Rabu, 27 Desember 2017

penghayatan, ungkapan dan perwujudan iman



1.a. penghayatan, ungkapan dan perwujudan iman

TOPIK I PENGHAYATAN, UNGKAPAN, DAN PERWUJUDAN IMAN UMAT BERAGAMA DAN BERKEPERCAYAAN I. Kompetensi Dasar Memahami penghayatan, ungkapan dan perwujudan iman umat beragama dan berkepercayaan II. Indikator Pencapaian Hasil Belajar 1. Mendiskripsikan ciri-ciri umat beragama dan berkepercayaan. 2. Menjelaskan arti umat beragama dan berkepercayaan. 3. Menjelaskan arti menghayati iman menurut agama dan kepercayaan. 4. Menjelaskan arti ungkapan iman dari masing-masing agama dan kepercayaan 5. Menemukan contoh-contoh ungkapan iman dari masing-masing agama dan kepercayaan . 6. Menjelaskan arti perwujudan iman dari masing-masing agama dan kepercayaan. 7. Menemukan contoh-contoh perwujudan iman umat dari masing-masing agama dan kepercayaan. 8. Melaksanakan kegiatan ungkapan iman sebagai anugerah untuk mensyukuri hidup 9. Melaksanakan kegiatan perwujudan iman sebagai usaha mengembangkan kepedulian terhadap mereka yang lemah dan menderita. III. Landasan Pemikiran Di antara makhluk ciptaan Tuhan, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang tertinggi. Unsur yang membedakan manusia dari makhluk yang lain adalah manusia diberi pikiran, perasaan, akal budi dan kehendak. Melalui pikiran, perasaan dan kehendak tersebut manusia dapat menjalin relasi dengan sesama dan Tuhan. Manusia yang mempunyai relasi dengan Tuhan biasanya dapat dideskripsikan atau digambarkan secara lahiriah. Misalnya dengan berdoa, beribadat atau membaca kitab suci. Berdoa dan membaca kitab suci dapat dilakukan di tempat ibadah/ibadat/sembahyang. Selain itu juga nampak dalam tindakan untuk berbuat baik, memperhatikan atau peduli kepada sesama yang membutuhkan uluran tangan. Orang yang mempunyai relasi dengan Tuhan dapat dikatakan sebagai orang beragama dan berkepercayaan. Dengan demikian umat beragama dan berkepercayaan adalah orang atau kelompok orang yang diharapkan mempunyai relasi dengan yang Illahi. Relasi mengandung unsur adanya kedekatan atau keintiman sehingga orang mengungkapkan perasaan hati dan pikiran dengan bebas. Relasi ini dapat dihayati, diungkapkan, dan diwujudkan dalam hidup sehari-hari. Setiap orang dapat menjawab relasi dengan Tuhan melalui penghayatan iman. Penghayatan iman merupakan motivasi, dorongan, landasan dari sikap seseorang yang melakukan sesuatu dalam relasinya dengan Tuhan. Iman adalah suatu kepercayaan atau keyakinan akan adanya Tuhan. Manusia menyerahkan diri secara total kepada Tuhan dengan hati yang tulus dan ikhlas. Iman tidak hanya dihayati tetapi perlu juga diungkapkan, misalnya dengan berdoa, sholat, pengajian, beribadat /sembahyang maupun membaca kitab suci. Ungkapan iman juga dapat dinyatakan dengan sikap untuk mensyukuri hidup yang diterimanya. Perasaan syukur dapat muncul bila orang mengadakan relasi dengan Tuhannya yang dapat diwujudkan melalui doa atau ibadat. Doa atau ibadat dapat dilakukan secara pribadi/perorangan dan bersama/berjamaah/berjemaat. Doa atau ibadat yang dilakukan bersama mengandung unsur persekutuan/perkumpulan. Hal ini mencerminkan kebersamaan yang didasarkan pada iman yang sama sehingga orang dapat membangun persaudaraan dalam kehidupan beragama dan berkepercayaan. Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan, ungkapan iman adalah pengakuan/kepercayaan orang terhadap kepada Tuhan yang diungkapkan melalui sapaan-sapaan dalam bentuk ibadat dan doa maupuan melalui sikap lahiriah yang menunjuk pada pikiran, hati dan perasaan. Setiap agama dan kepercayaan pasti mengajak umatnya untuk mengamalkan imannya dengan tindakan konkret. Dengan demikian orang yang menghayati imannya perlu mewujudkan imannya. Penghayatan iman dapat diwujudkan dalam perbuatan konkret/nyata yang didasarkan pada nilai-nilai kebaikan yang bersumber pada pribadi yang diimani untuk menyatakan pikiran, perasaan, hati dan imannya. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu hal yang pantas dikejar demi kualitas hidup sebagai manusia yang utuh. Memperhatikan orang yang membutuhkan, berbuat baik dengan mengasihi sesama dan peduli pada keadaan orang lain khususnya sesama yang miskin, kecil, lemah, dan menderita merupakan contoh perwujudan iman . Dengan demikian kehadiran orang beriman dapat menumbuhkan harapan dan kegembiraan kepada sesamanya. Kemampuan mengolah pengalamanan hidupnya melalui hidup doa dapat menjadi dorongan maupun inspirasi orang tersebut dapat mewujudkan imannya. Dengan daya doa yang dibangun terus menerus akan membuat orang semakin peka terhadap sesamanya khususnya yang menderita, miskin, lemah dan tersingkir. Melalui proses pendidikan, kita dididik dan didampingi agar dapat berkembang menjadi manusia yang utuh yang mempunyai relasi yang dekat dan kuat dengan Tuhan. Kita dibantu dan didorong untuk berkembang menjadi siswa-siswi yang berilmu yang mampu menghayati iman secara mendalam, mengungkapkan iman dengan tepat serta mampu mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari secara konkret. IV. Uraian Materi Pokok 1. Umat beragama dan berkepercayaan 2. Penghayatan iman 3. Pengungkapan iman 4. Perwujudan iman V. Narasi Indonesia merupakan bangsa yang memiliki keanekaragaman/kebhinekaan dalam kehidupan beragama dan berkepercayaan. Keanekaragaman ini menyebabkan perbedaan antara pemeluk agama yang satu dengan yang lainnya Perbedaan tersebut dapat dilihat dari bentuk penghayatan, ungkapan dan perwujudan iman. Dengan perbedaan itu diharapkan tidak menimbulkan masalah maupun konflik tetapi menyatukan karena adanya unsur toleransi. Sebagai gambaran keanekaragaman dalam kehidupan beragama dan berkepercayaan maka pada pertemuan ini akan diputarkan film yang berjudul “Yogyakarta City of Tolerance” VI. Pendalaman dan Refleksi Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini: 1. Ceritakanlah kembali secara singkat tentang film yang telah diputarkan/ditayangkan! 2. Perasaan-perasaan apa saja yang muncul ketika anda menyaksikan film tersebut? Mengapa perasaan tersebut muncul? 3. Bagaimana Anda menanggapi keanekaragaman kehidupan beragama dalam bentuk penghayatan dan pengungkapan iman tersebut? 4. Bagaimana Anda menanggapi keanekaragaman agama di kelas? 5. Sikap dan tindakan konkret apa yang Anda lakukan dalam menghadapi perbedaan agama dan kepercayaan di kelas Anda VII. Pengembangan Religiositas Berikut ini disajikan beberapa pandangan dari berbagai agama dan kepercayaan tentang penghayatan, ungkapan dan perwujudan iman umat beragama dan berkepercayaan. Anda dapat membaca sumber-sumber lain yang sesuai dengan tema untuk memperluas wawasan dan pengetahuan Anda. 1. Agama Hindu Doa adalah elemen penting dari bhakti. Maksud tujuan berbhakti bukanlah sebagai petisi akan memperoleh pahala. Apakah ada gunanya mengatakan kepada Tuhan apa yang kita inginkan – karena beliau maha mengetahui segalanya ...? Apakah sebabnya kita mengemukakan petisi dalam doa? Maksud tujuan berdoa adalah menemukan kebebasan dari duka hati dalam hidup, melepaskan kesombongan, mengendalikan pikiran, menghalangi hawa nafsu dan mengasihi lebih mendalam kepada sesama di dunia, dan menyeberangi lautan penderitaan. Inilah yang menjadi doa di bibir setiap orang. (disarikan dari Sri Chandrasakhanarendra Saraswati, 1967. Terj. Nyoman S. Pandit. Aspe-aspek Agama Kita, hlm. 39 -34) 2. Agama Buddha Dhammasala atau dharmasala, yaitu tempat pujabhakti pembabaran dharma. Di tempat inilah umat Buddha melakukan pujabhakti dan mendengarkan pembabaran dharma yang disampaikan oleh para bhikku, pandita atau dhammaduta. Dalam dhammasala ini umat juga mengadakan kegiatan sosial keagamaan. Dalam agama Buddha, melalukan pujabhakti saja belum dapat terbebaskan dari penderitaan atau mencapai nibbana. Bila ada umat Buddha yang berpendapat bahwa dengan melakukan pujabhakti saja, seseorang dapat mencapai nibbana, maka pendapat ini keliru. Pendapat yang keliru ini disebut silab-bataparamasa. Sebab jika kita hanya melakukan pujabhakti saja, dengan tidak melakukan sila atau mengembangkan samadhi, maka tidak mungkin mencapai kesucian batin. Pujabhakti merupakan dasar perkembangan batin yang baik. Pujabhakti, samadhi, dan sila harus dilakukan secara bersama-sama agar dapat menghasilkan nibbana. Ada dua macam puja (penghormatan) dalam agama budha, yaitu 1. amisa puja, artinya menghormat dengan materi atau benda, misalnya memuja yang patut dipuja dengan kembang, lilin, cendana atau dupa, dan lain-lain; 2. Patpati puja artinya memuja atau menghormat dengan melakukan ajaran (buddha dharma) mempraktekan sila, samadhi dan panna. (Disarikan dari Wowor, Corneles, MA (editor). 1999. Buku Pelajaran Agama Buddha SMTA Kelas 1. Surabaya: Paramaita, hlm.2,7-8) 3. Agama Islam Golongan kaya yang mempunyai sikap setia kawan, menyadari bahwa harta benda yang dimiliki sebenarnya merupakan kerunia Alloh, yang di dalamnya ada hak para fakir miskin. Kesadaran tersebut mendorong golongan kaya mengeluarkan sebagian hartanya untuk membantu saudara-saudaranya yang miskin, melalui zakat amal, zakat fitrah, infaq, ataupun sedekah merupakan salah satu ciri orang yang muttaqin (orang-orang yang bertakwa). (Syamsuri & Yunus, Mohamad. 1995. Pendidikan Agama Islam untuk SMU Kelas 2. Jakarta: Penerbit Erlangga, hlm. 54) 4. Agama Kristen Pengakuan iman hendaknya diwujudkan dalam perbuatan nyata, karena iman tanpa perbuatan itu pada hakekatnya mati (Yakobus 2:14-26). Tuhan Yesus Kristus mengajarkan bahwa sesungguhnya orang percaya kepada Yesus harus melakukan perbuatan seperti yang dilakukan oleh Yesus, yaitu dalam kesediaan merendahkan diri untuk melayani, dan menghormati mereka yang terlupakan (Yohanes 13:13-15; 14:12; Filipi 2:1-11; Yohanes 2:6) 5. Agama Katolik Puasa disatukan dengan doa bagi yang menderita lapar. Uang yang dihemat, karena berpuasa, disumbangkan untuk membelikan makanan bagi yang lapar. Sebulan sekali pada hari Minggu persembahan mereka dibawa ke altar kemudian disatukan dengan korban Kristus sendiri. (Grassi, Joseph A. 1989. Tindak Peduli dalam Kehidupan Sosial: Suatu Perwujudan Ekaristi. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 106, 107 Gereja adalah persekutuan orang beriman, komunikaso iman. Proses komunikasi iman dibedakan dua macam: 1. pengajaran 2. perayaan. Yang satu komunikasi dengan kata-kata, baik dalam katekese biasa maupun dalam pengajaran resmi pimpinan gereja, yang lain komunikasi iman dalam ibadat bersama. Yang pokok bukanlah rumusan iman atau kebaktian, melainkan penghayatan dan pengamalan iman. Bahkan Gereja wajib mengakui iman di muka orang-orang, sebab berkat iman kita menerima pengertian tentang makna hidup yang fana. Iman menyinar segala sesuatu dengan cahaya yang baru, dan memaparkan rencana ilani tentang seluruh panggilan manusia. (KWI. 1996. Iman Katolik. Yogyakarta-Jakarta: Kanisius-Obor, hlm. 444, 445) 6. Agama Khonghucu “ ... tujuan hidup yang dicita-citakan dalam Konfusianisme adalah menjadi seoarang kuncu. Kuncu (manusia budiman) ini dapat dicapai apabila orang dapat melaksanakan dan menerapkan ajaran Khong Hu Cu dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kuncu identik dengan seorang yang memiliki moralitas tinggi yang dapat mendekati moralitas seorang nabi” (Tanggok, M. Ikhsan. Jalan Keselamatan Melalui Agama Khong Hu Cu. 2000. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm. 85) VIII. Evaluasi a. Jelaskan ciri-ciri umat beragama dan berkepercayaan! b. Jelaskan arti umat beragama dan berkepercayaan. c. Jelaskan arti menghayati iman! d. Jelaskan arti ungkapan iman! Sebutkan 3 contoh ungkapan iman berdasarkan agama dan kepercayaan Anda! e. Jelaskan arti perwujudan iman! Sebutkan 3 contoh perwujudan iman berdasarkan agama dan kepercayaan Anda!. f. Apakah ada hubungan antara iman, ilmu dan amal? Jelaskan! TOPIK 2 PEMUKA AGAMA, KARISMA DAN PELAYANANNYA I. Kompetensi Dasar Memahami bahwa pemuka agama diberi karisma dan dipanggil untuk melayani II. Indikator Pencapaian Hasil Belajar 1. Menjelaskan pengertian pemuka agama 2. Menjelaskan tentang karisma pemuka agama sebagai anugerah dari Tuhan 3. Menjelaskan tentang lembaga yang menyatukan para pemuka agama 4. Memberi contoh-contoh pelayanan dan tugas pemuka agama 5. Menjelaskan syarat-syarat menjadi pemuka agama 6. Mewawancarai pemuka agama dan membuat laporan wawancara dengan pemuka agama. III. Landasan Pemikiran Agama merupakan lembaga yang menawarkan kebahagiaan dan keselamatan melalui pengajaran dan pelaksanaan ajaran-ajaran yang disampaikan oleh para peletak dasar agama, dimana ajaran tersebut kemudian dituliskan dalam Kitab Suci masing-masing. Agama sebagai sebuah lembaga tentu menuntut adanya suatu susunan hierarki atau kepengurusan yang mendampingi dan melayani jemaat dalam usahanya mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Para pengurus atau pimpinan jemaat dalam agama inilah yang kemudian disebut sebagai pemuka agama. Jadi pemuka agama adalah orang yang karena kualitas pribadinya dipercaya dan diberi tugas khusus untuk memimpin umat beragama. Setiap agama memiliki sebutan yang khas untuk pemuka agamanya. Dalam agama Islam, yang disebut pemuka agama misalnya: kyai, imam, dai, ustad, dan ustadzah; dalam agama Kristen, yang disebut pemuka agama misalnya: pendeta, penatua, majelis gereja, biblepro; dalam agama Katolik, yang disebut pemuka agama misalnya: Uskup, imam atau pastor atau romo, diakon, katekis; dalam agama Hindu, yang disebut pemuka agama misalnya: pedanda, pemangku, sulinggih; dalam agama Buddha, yang disebut pemuka agama misalnya: Bikhu, Bikhuni, samanera, upasika, upasaka; dan pemuka agama dalam agama Khonghucu misalnya: Haksu, Bunsu, kausing, dan Tiangloo. Adapun para pemuka agama tersebut dalam agamanya masing-masing memiliki suatu lembaga yang menyatukan dan memberi garis besar dalam pengajarannya. Adapun lembaga-lembaga tersebut adalah: MUI : Majelis Ulama Indonesia PGI : Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia PHDI : Parisadha Hindu Dharma Indonesia WALUBI : Wali Umat Buddha Indonesia MATAKIN : Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Para pemuka agama memiliki tugas dan peran yang khas yaitu: 1. Menjadi panutan atau memberi teladan bagi umatnya, khususnya di tengah situasi bangsa Indonesia yang sedang mengalami intoleransi dalam pluralisme. 2. Menyejahterakan umat Tuhan, 3. Mendampingi umat dalam persatuan dengan Tuhan, dan memimpin ibadat, mengajar, mempersatukan, serta mendampingi dalam perwujudan iman. Sebagai seorang pemuka agama tentu ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, antara lain: a. memiliki kualitas pribadi yang baik b. memiliki karisma, yaitu bakat dan kemampuan luar biasa dalam kepemimpinan. Karisma ini adalah anugerah dari Tuhan. c. memahami tentang ajaran agama d. memiliki kehidupan pribadi dan sosial yang baik e. dipercaya oleh umat atau diberi mandat oleh umat. Selain syarat-syarat umum di atas, menjadi pemuka agama juga dituntut untuk mampu memenuhi syarat khusus yang ditentukan dalam masing-masing agama. Dan yang terpenting, mereka harus menyadari bahwa menjadi pemuka agama merupakan panggilan dari Tuhan untuk melayani umatNya. Maka menjadi pemuka agama bukanlah untuk mencari prestise atau kedudukan dan kehormatan melainkan pertama-tama untuk melayani. Karena menjadi pemuka agama merupakan panggilan dan pilihan dari Tuhan, maka kita sebagai orang yang percaya kepada Tuhan hendaknya menghormati dan menghargai keberadaan pemuka agama dari agama manapun dan berusaha untuk memberi dukungan terhadap tugas dan pelayanan pemuka agama. IV. Uraian Materi Pokok 1. Pemuka agama 2. Kharisma pemuka agama merupakan anugerah Tuhan 3. Bentuk-bentuk pelayanan pemuka agama 4. Syarat-syarat menjadi pemuka agama V. Pengembangan Religiositas Berikut ini disajikan beberapa pandangan dari berbagai agama dan kepercayaan tentang pemuka agama, karisma dan pelayanannya. Anda juga dapat membaca sumber – sumber lain yang sesuai dengan tema untuk memperluas wawasan dan pengetahuan Anda. 1. Agama Buddha Dharma Duta atau juru penerang agama buddha adalah orang-orang yang dapat bertindak sebagai Bhikku, Samanera, Pandita, dan Upasika-Upasaka. Dharma Duta bertindak menjadi penunjuk jalan yang baik terhadap umatnya. 2. Agama Kristen menjadi pemimpin dalam agama kristen berarti menjadi pelayan. Dalam perjalanan sejarah gereja ada beberapa sistem pemerintahan gerejawi, yaitu: a. Sistem papal: gereja dipimpin oleh paus untuk gereja katolik roma dan batrik untuk gereja ortodok timur. b. Sistem caesaro papal: gereja dipimpin oleh kaisar, raja, atau ratu. Misalnya ada dalam gereja Anglikan di Inggris. c. Sistem Episkopal atau Sinodal: gereja dipimpin oleh seorang pendeta sebagai pimpinan sinode, misalnya dalam gereja Lutheran, HKBP. d. Sistem Colegial atau Conggregasial: gereja dipimpin oleh rapat anggota gereja, misalnya dalam gereja pantekosta, dan Babtis e. Sistem Presbiterial: gereja dipimpin oleh majelis yang menggambarkan sebagai imam, nabi, dan raja. 3. Agama Islam Pemuka agama merupakan kelanjutan dari pengambil alihan tugas Nabi Muhammad sebagai imam, nabi dan pemimpin pemerintahan. Sebagai imam tugas ini dilakukan oleh seseorang yang memimpin dalam sholat berjamaah. Nama lain untuk imam adalah amir. Sebagai nabi, Nabi Muhammad tidak tergantikan karena Nabi Muhammad merupakan nabi yang terakhir, dan sebagai pemimpin pemerintahan, tugas itu diberikan kepada khalifah. 4. Agama Hindu Pemuka dalam agama Hindu dilaksanakan oleh pedanda yaitu imam untuk golongan Brahmana, Pemangku yaitu imam yang diambil selain dari kasta Brahmana, dan Sengguhu adalah imam untuk kasta rendah. 5. Agama Katolik Melalui Baptisan seseorang menerima imamat umum, yaitu sebagai imam, nabi, dan raja. Selain adanya imamat umum, juga ada yang secara khusus menerima imamat khusus, yaitu Uskup, imam atau pastor atau romo, dan diakon. Mereka semua adalah para rohaniwan yang hidupnya selibat atau tidak menikah. Sedangkan dari kaum awam, tugas pengajaran diemban oleh katekis. 6. Agama Khonghucu Dalam agama Khonghucu yang disebut sebagai pemuka agama adalah Haksu (pemimpin badat), Bunsu (guru agama), Kausing (Penebar agama), dan Tiangloo (sesepuh). Para pemuka agama tersebut memiliki tugas masing-masing yang saling mendukung dan terkait. 7. Evaluasi Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini! 1. Sebutkan pengertian Pemuka Agama 2. Sebutkan pemuka agama dan lembaga yang menyatukan mereka! 3. Jelaskan tugas dan peran pemuka agama! 4. Jelaskan syarat-syarat menjadi pemuka agama dalam agamamu masing-masing

  1. 1.b.  Menghormati Hak dan Kewajiban Antar Umat Beragama
Hak dan kewajiban umat beragama di Indonesia pada dasarnya sama, yaitu hak dan kewajiban  warga negara Indonesia. Oleh karena itu, saling menghormati merupakan contoh pertama sikap toleransi beragama.
Artikel Lainnya:
  1. Membangun dan Memperbaiki Sarana Umum
Membangun jembatan di suatu desa, memperbaiki jalan kampung bersama-sama dapat dilakukan bersama-sama tanpa membedakan perbedaan agama yang dianut.
  1. Membantu Korban Kecelakaan dan Bencana Alam
Membantu korban bencana alam dan korban kecelakaan juga merupakan bentuk toleransi dalam beragama.  Ketika membantu dan menolong sesama, seseorang tidak ditanyakan apa agamanya terlebih dahulu baru dibantu. Atau sebaliknya, orang yang mau membantu tidak akan ditanyakan apa agama yang dianutnya.
  1. Gotong Royong Membersihkan Kampung
Secara bersama-sama masyarakat dapat membersihkan kampung atau desanya. Kampung adalah milik bersama yang harus dipelihara kebersihannya tanpa membedakan agama dan kepercayaan yang diyakini seseorang.
  1. Menghormati Ibadah Orang Lain

Saling menghormati orang yang sedang melakukan ibadah menjadi faktor yang penting toleransi beragama. Contohnya, jika hari raya Nyepi di Bali, maka seluruh masyarakatnya ikut menghormati dengan berdiam diri di rumah masing-masing tanpa membedakan agamanya. Begitu pula jika hari Raya Idul Fitri, ummat Islam tidak diganggu kegiatan ibadah sholat Iednya yang memang akan lebih ramai dari sholat biasa.
  1. Tidak Memaksakan Agama Kepada Orang Lain
Meskipun tiap agama pada dasarnya mempunyai misi dakwah atau mengajak orang lain, tetap perlu disadari misi dakwah tidak bersifat memaksa. Apalagi orang tersebut sudah memiliki agama yang diyakininya.
  1. Saling Menyayangi
Meskipun berbeda agama, dengan tetangga atau teman tetap saling menyayangi.  Karena kita sama Bangsa Indonesia. Dengan saling menyayangi, kita juga dapat memperluas pergaulan dan pengetahuan dengan tidak terbatas ruang dan waktu. Selama teman tersebut tidak bertentangan dengan aturan di negara Indonesia.
Demikian artikel tentang toleransi beragama. Semoga dengan adanya contoh-contoh yang telah disebutkan dapat menginspirasi kita semua untuk lebih mempertinggi toleransi. Toleransi yang tiggi terhadaps sesama merupakan salah satu upaya menjaga keutuhan NKRI.

4.a. LINGKARAN TAHUN LITURGI ADA TAHUN A,B,C

Posted by liturgiekaristi on March 11, 2011

Pertanyaan umat :
Kenapa dalam lingkaran tahun
Liturgi kita ada tahun A, B dan C…mengapa ada tiga tahun yang berbeda dengan bacaan yang berbeda, apa tujuannya?
PENCERAHAN DARI Teresa Subaryani Dhs
Liturgi Sabda merupakan saat umat Katolik mendengarkan Sabda Allah. Sabda Allah ini tentunya dai KS. Pembagian tahun A, B, dan C merupakan pembagian untuk bacaan pada misa hari minggu, sedangkan untuk misa harian dibagi menjadi tahun I dan II (ganjil dan genap). Pada tahun A, bacaan Injil diambil dari Injil Matius. Tahun B bacaan Injil mengambil dari Injil Markus. Tahun C bacaan Injil-nya diambil dari Injil Lukas. Injil Yohanes mendapat perlakuan khusus. Bacaan dari Injil Yohanes ini setiap tahunnya dibacakan pada hari-hari minggu Adven dan selama Paskah. Juga menyempil pada minggu-minggu di Tahun B.
Tujuan pembagian ini adalah agar bacaan lebih terarah untuk umat.
Jadi kalau kita mengikuti misa setiap hari selama tiga tahun berturut-turut, kita telah membaca mendengarkan seluruh isi KS.
Satu tahun liturgi (baik A,B, atau C) dibagi menurut pesta dan perayaan liturgi Gereja. Kalau warna liturgi (seperti telah dibahas di topik sebelumnya) mengikuti pada pesta dan perayaan liturgi yang sedang berlangsung, jadi berlaku setiap tahun.
Tahun A, B, dan C yang dibahas di sini adalah pembagian untuk bacaan dalam Ekaristi yang berbeda setiap tahunnya.
PENCERAHAN DARI Daniel Pane
Sebenarnya tidak benar-benar selesai dibaca pun sudah diusahakan demikian. Pembagian tahun A, B, C hanya berlaku untuk hari Minggu sementara untuk hari-hari biasa polanya adalah tahun I dan II (walaupun yang berbeda hanya bacaan pertama dan mazmurnya, sementara Injilnya sama). Di luar itu pada hari-hari raya dan pesta di luar hari Minggu kerap terjadi bacaan-bacaan sama untuk setiap tahunnya.
Berikut ini adalah data statistiknya yang disediakan oleh Romo Felix Just. SJ:
http://catholic-resources.org/Lectionary/Statistics.htm
PENCERAHAN DARI PASTOR Sam Gulô

Di isinilah kelebihan Gereja Katolik: dlm 3 thn hampir seluruh isi PL dan PB dibacakan dan direnungkan. Mknya kotbah pr Romo stiap hari minggu, memiliki tema trtntu dan tdk menabrak sana menabrak sini. Umat yg tdk mngetahui hal hal ini, biasanya mengeluh, kotbah para Romo lurus2 saja, jk dibangingkan kotbah di Gereja Tetangga yg bisa merangkai langit dan bumi. Kita tdk demikian. Jk umat secara rutin mengikuti Misa / Ibadat setiap hari Minggu mk mrk telah mendengar dan merenungkan hampir seluruh isi alkitab.
PENCERAHAN DARI PASTOR Christianus Hendrik
Sekedar menegaskan dan melengkapi jawaban2 sebelumnya. Memang kalau orang cukup rajin ‘mendengarkan sabda Tuhan dalam perayaan Ekaristi” termasuk misa harian, dalam kurun waktu 3 tahun setelah melewati tahun A, B, dan C liturgi gereja, dia akan ‘selesai’ membaca hampir seluruh isi Kitab Suci.
Jadi memang bacaan liturgi disusun sedemikian rupa, dikemas dalam lingkaran Liturgi yang utuh yang memaparkan sejarah keselamatan dan penyelamatan manusia sejak kisah penciptaan dalam Kejadian sampai Wahyu. Bukan hanya itu, dalam lingkaran Liturgi kita juga secara menyeluruh dipaparkan Kisah penebusan Kristus sejak kedatangan Yohanes yang mempersiapkan kelahiran Juruselamat sampai wafat dan kebangkitanNya. Tidak ada ‘liturgi’ selengkap Liturgi dalam Gereja Katolik yang merangkum tiga masa sekaligus: Masa lampau – Wafat Kristus kita maklumkan; masa kini – KebangkitanNya kita muliakan; masa depan – KEdatanganNya kita rindukan.
Kalender bacaan Liturgi yang dibuat sedemikian rupa membantu juga-secara minimalis- umat beriman untuk setidaknya memperoleh kesempatan “mendengarkan sabda” (bukan membaca Kitab Suci) di Gereja secara teratur dan lengkap sepanjang tiga tahun liturgi. Bukan hanya itu, sebenarnya bersumber dari bacaan2 Liturgi Ekaristi, juga mengalir dalam doa2 harian dan bacaan rohani harian para biarawan dan biarawati yang saling bersinergi dengan liturgi sepanjang tahun, menjadikan hari2 dan jam2 doa mereka semakin indah dan teratur dalam saling keterkaitan satu sama lain….
Makanya….rajin2 ke Gereja ya, untuk mendengarkan sabda Tuhan, biar setidaknya pernah minimal 1 kali tamat membaca Kitab Suci nya…tentu yang sisanya harus dilengkapi sendiri dengan membaca secara rutin di rumah secara pribadi.
Setelah tiga tahun berjalan melewati tahun A, B, dan C; bacaan Liturgi akan kembali mengulang lagi dari awal dengan penyesuaian peringatan, pesta dan Hari raya Orang Kudus dan Hari raya Gereja yang dirayakan menurut tanggal dan hari yang berbeda. Walaupun mengulang, lihatlah kemudian bahwa pembahasan dan refleksi tentang Kitab Suci dalam Liturgi Gereja selalu baru dan tidak pernah mengulang….itulah kekayaan Sabda Allah yang nyata, yang tidak pernah usang dan selalu baru setiap hari sepanjang masa.
3.a. Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus. Ia lahir seiring kehidupan dan pelayanan Yesus Kristus di dunia. Karena itu, apa yang disebut gereja perdana adalah persekutuan para murid Yesus dan ditambah dengan beberapa orang lain yang telah mengaku Yesus sebagai Tuhan dan menjadi saksi atas kebangkitanNya. Gereja perdana ini memiliki semangat persekutuan, pelayanan, dan kesaksian  yang kuat, sehingga iman Kristen mulai tersebar dari Yerusalem, seluruh daerah Yudea, Samaria, dan sampai ke ujung dunia (Kis. 1:8). Salah seorang murid Yesus yang giat dalam pekabaran Injil ini adalah rasul Paulus. Ia mengabarkan Injil hampir di seluruh wilayah kekuasaan Romawi pada abad pertama, baik di kalangan orang-orang Yahudi diaspora maupun orang-orang bukan Yahudi. Selain rasul Paulus, para murid yang lain juga aktif mengabarkan Injil ke seluruh dunia. Konon rasul Thomas mengabarkan Injil sampai ke India. Karena itu, pada akhir abad pertama dan memasuki abad kedua, sejumlah jemaat-jemaat Kristen lahir dan bertumbuh di seluruh wilayah kekuasaan Romawi, dengan latar belakang suku bangsa, bahasa, dan tradisi yang berbeda. Namun demikian, jemaat-jemaat ini mengakui keesaan mereka di dalam iman kepada Yesus Kristus dan di dalam tugas panggilan mereka untuk bersekutu, bersaksi, dan melayani sebagai jemaat-jemaat Kristen. Jadi, keesaan mereka pertama-tama terletak pada iman mereka kepada Yesus Kristus dan panggilan mereka untuk bersaksi di dalam dunia.
GEREJA YANG SATU
“Allah telah berkenan menghimpun orang-orang yang beriman akan Kristus menjadi Umat Allah (lih 1Ptr 2:5-10)”, dan membuat mereka menjadi satu Tubuh (lih. 1Kor 12:12) dan (AA 18). “Pola dan prinsip terluhur misteri kesatuan Gereja ialah kesatuan Allah yang tunggal dalam tiga pribadi, Bapa, Putra dan Roh Kudus” (UR 2).
landasan Hukum Gereja yang Satu dapat kita lihat dalam Katekismus Gereja Katolik dibawah ini :
“Itulah satu-satunya Gereja Kristus, yang dalam syahadat iman kita akui sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik” (LG 8). Keempat sifat ini, yang tidak boleh dipisahkan satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh Kudus, Kristus menjadikan Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik, dan apostolik. Ia memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu. (KGK 811)
Hanya iman dapat mengakui bahwa Gereja menerima sifat-sifat ini dari asal ilahinya. Namun akibat-akibatnya dalam sejarah merupakan tanda yang juga jelas mengesankan akal budi manusia. Seperti yang dikatakan Konsili Vatikan I, Gereja “oleh penyebarluasannya yang mengagumkan, oleh kekudusannya yang luar biasa, dan oleh kesuburannya yang tidak habis-habisnya dalam segala sesuatu yang baik, oleh kesatuan katoliknya dan oleh kestabilannya yang tak terkalahkan, adalah alasan yang kuat dan berkelanjutan sehingga pantas dipercaya dan satu kesaksian yang tidak dapat dibantah mengenai perutusan ilahinya” (DS 3013). (KGK 812)
Gereja itu satu menurut asalnya. “Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi, Bapa, Putera, dan Roh Kudus” (UR 2 §5). Gereja itu satu menurut Pendiri-Nya. “Sebab Putera sendiri yang menjelma … telah mendamaikan semua orang dengan Allah, dan mengembalikan kesatuan semua orang dalam satu bangsa dan sate tubuh” (GS 78,3). Gereja itu satu menurut jiwanya. “Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang mengagumkan itu, dan sedemikian erat menghimpun mereka sekalian dalam Kristus, sehingga menjadi prinsip kesatuan Gereja” (UR 2 §2). Dengan demikian, kesatuan termasuk dalam hakikat Gereja: “Sungguh keajaiban yang penuh rahasia! Satu adalah Bapa segala sesuatu, juga satu adalah Logos segala sesuatu, dan Roh Kudus adalah satu dan saina di mana-mana, dan juga ada hanya satu Bunda Perawan; aku mencintainya, dan menamakan dia Gereja” (St. Klemens dari Aleksandria, Pæd. 1,6,42:PG 8,300). (KGK 813)
Namun sejak awal, Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Di satu pihak kemajemukan itu disebabkan oleh perbedaan anugerah-anugerah Allah, di lain pihak oleh keanekaan orang yang menerimanya. Dalam kesatuan Umat Allah berhimpunlah perbedaan bangsa dan budaya. Di antara anggota-anggota Gereja ada keanekaragaman anugerah, tugas, syarat-syarat hidup dan cara hidup; “maka dalam persekutuan Gereja selayaknya pula terdapat Gereja-gereja khusus, yang memiliki tradisi mereka sendiri” (LG 13). Kekayaan yang luar biasa akan perbedaan tidak menghalang-halangi kesatuan Gereja, tetapi dosa dan akibat akibatnya membebani dan mengancam anugerah kesatuan ini secara terus-menerus. Karena itu Santo Paulus harus menyampaikan nasihatnya, “supaya memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera” (Ef 4:3). (KGK 814)
Manakah ikatan-ikatan kesatuan? Terutama cinta, “ikatan kesempurnaan” (Kol 3:14). Tetapi kesatuan Gereja penziarah juga diamankan oleh ikatan persekutuan yang tampak berikut ini:
– pengakuan iman yang satu dan sama, yang diwariskan oleh para Rasul;
– perayaan ibadat bersama, terutama Sakramen-sakramen;
– suksesi apostolik, yang oleh Sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam keluarga Allah. (KGK 815)
“Itulah satu-satunya Gereja Kristus … Sesudah kebangkitan-Nya, Penebus kita menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan. Ia mempercayakannya kepada Petrus_dan para Rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing… Gereja itu, yang di dunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam [subsistit in] Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya” (LG 8). Dekrit Konsili Vatikan II mengenai ekumene menyatakan: “Hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petrus-lah Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh Kristus di dunia. Dalam Tubuh itu harus disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk Umat Allah” (UR 3). (KGK 816)
GEREJA YANG KUDUS
Kekudusan Gereja dibicarakan dalam Konsili Vatikan II, konstitusi Lumen Gentium pada bab V. Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua, mealinkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang berasal dari Kristus, yang mengikutsertakan Gereja dalam gerakan-Nya kepada Bapa oleh Roh Kudus.
Pada taraf misteri ilahi Gereja sudah suci : “Didunia ini gereja sudah ditandai oleh kesucian yang sungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48). Ketidaksempurnaan ini menyangkut pelaksanaan insani, sama seperti kesatuannya. Dalam hal kesucian pun yang pokok bukanlah bentuk pelaksanaannya, melainkan sikap dasarnya.
“Suci” sebetulnya berarti yang dikhususkan bagi Tuhan. Jadi yang pertama-tama menyangkut seluruh bidang sakral atau keagamaan. Yang suci bukan hanya tempat, waktu, barang yang dikhususkan bagi Tuhan, atau orang. Malahan sebenarnya harus dikatakan bahwa “yang kudus)” adalah Tuhan sendiri. Semua yang lain, barang maupun orang, disebut “kudus” karena termasuk lingkup kehidupan Tuhan.
Kudus pertama-tama bukanlah termasuk kategori moral yang menyangkut kelakukan manusia, melainkan kategori teologal (ilahi), yang menetukan hubungan dengan Allah.ini bukan berarti kelakuan moral tidak penting. karena apa yang di khususkan bagi Tuhan, harus “sempurna” (Im 1:3, Rm 6:19, 22).
“Gereja itu suci dan sekaligus harus dibersihkan, serta terus menerus menjalankan pertobatan dan pembaruan “(LG 8). Dimana kesucian Gereja adalah kesucian perjuangan, terus menerus
GEREJA YANG KATOLIK
Dimana ada uskup, disitu ada jemaat, seperti dimana ada Kristus disitu ada Gereja Katolik.(ungkapan St. Ignatius dari Anthiokia). Yang di maksud ialah dalam perayaan Ekaristi, yang dipimpin oleh uskup, hadir bukanlah jemaat setempat tetapi seluruh Gereja. “Gereja katolik yang satu dan tunggal berada dalam gereja-gereja setempat dan terhimpun daripadanya (LG 23)”.
Gereja selalu “lengkap”, penuh. Tidak ada Gereja setengah-setengah atau sebagian. Gereja setempat, baik keuskupan maupun paroki bukanlah “cabang” Gereja Universal. Setiap Gereja setempat, bahkan setiap perkumpulan orang beriman yang sah, merupakan seluruh Gereja. Gereja tidak dapat dipotong-potong menjadi “Gereja-Gereja bagian”.
Kata “Katolik” selanjutnya juga dipakai untuk menyebut Gereja yang benar, Gereja universal yang dilawankan dengan sekte-sekte. Dengan demikian kata “katolik” mendapat arti yang lain :”gereja disebut Katolik, karena tersebar diseluruh muka buni dan juga karena mengajrkan secara menyeluruh dan lengkap segala ajaran iman tertuju kepada sesama manusia, yang mau disembuhkan secara menyeluruh pula” (St. Sirilius dari yerusalem).
Sejak itu kata “Katolik” tidak hanya mempunyai arti geografis, tersebar keseluruh dunia, tetapi juga “menyeluruh”, dalam arti “lengkap”, berkaitan dengan ajarannya, serta “terbuka” dalam arti tertuju kepada siapa saja. Pada abad ke 5 masih ditambahkan bahwa gereja tidak hanya untuk segala bangsa, tetapi juga untuk segala Zaman.
Pada zaman reformasi kata “Katolik” muncul lagi untuk menunjuk pada Gereja yang tersebar dimana-mana, dibedakan dengan Gereja-gereja Protestan. Sejak itu pula kata “Katolik” secara khusus dimaksudkan umat kristen yang mengakui Paus sebagai pemimpin Gereja Universal, tetapi dalam syahadt kata “Katolik” masih mempunyai arti asli “universal” atau “umum”. Ternyata universal pun mempunyai dua arti, yang kuantitatif dan kualitatif.
Dalam Konsili vatikan II tidak lagi memusatkan Gereja sebagai kelompok manusia yang terbatas, melainkan kepada Gereja sebagai sakramen Roh Kristus. “kekhatolikan” Gereja berarti bahwa pengaruh dan daya pengudus Roh tidak terbatas pada para anggota Gereha saja, mealinkan juga terarah kepada seluruh dunia. dengan sifat “katolik” dimaksudkan bahwa Gereja mampu mengatasi keterbatasannya sendiri akrena Roh yang berkarya di dalamnya. Oleh karena itu yang “katolik” bukanlah hanya Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya sebab di dalam jemaat hadirlah seluruh Gereja.
Gereja Kristus itu sungguh hadir dalam semua jemaat beriman setempat yang sah, yang mematuhi para gembala mereka, dan dalam Perjanjian Baru disebut Gereja(Lih. Kis 8:1; 14:22-23; 20:17). Gereja-Gereja itu ditempatnya masing-masing merupakan umat baru yang dipanggil oleh Allah, dalam Roh Kudus dan dengan sepenuh-penuhnya (lih 1Tes 1:5). Di jemaat-jemaat itu, meskipun sering hanya kecil dan miskin, atau tinggal tersebar, hiduplah Kristus; dan berkat kekuatan-Nya terhimpunlah Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik.
GEREJA YANG APOSTOLIK
“Apostolik” atau rasuli berarti bahwa Gereja berasal dari para rasul dantetap berpegang teguh pada kesaksian iman mereka itu. Kesadaran bahwa Gereja “dibangun atas dasar para rasul dan pra nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru”, sudah ada sejak zaman Gereja perdana sendiri (bdk Ef 2:20, Bdk Why 21:14), tetapi sebagai sifat khusus keapostolikan baru disebut akhir abad ke-4. Dalam perjanjian Baru kata “rasul” tidak hanya dipakai untuk keduabelas rasul yang namanya disebut dalam Injil (lih Mat 10:1-4)
Hubungan historis itu tidak boleh dilihat sebagai macam “estafet”, yang didalamnya ajaran benar bagaikan sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu diteruskan sampai kepada para uskup sekarang. yang disebut “Apostolik” bukanlah para uskup, melainkan Gereja. Sifat apostolik berarti bahwa Gereja sekarang mengaku diri sama dengan gereja Perdana, yakni Gereja para rasul. dimana hubungan historis ini jangan dilihat sebagai pergantian orang, melainkan sebagai kelangsungan iman dan pengakuan.
Sifat apostolik tidak berarti bahwa Gereja hanya mengulang-ulangi apa yang sejak dulu kala sudah diajarkan dan dilakukan di dalam gereja, keapostolikan berarti bahwa dalam perkembangan hidup, tergerak Roh Kudus, Gereja senantiasa berpegang pada Gereja para rasul sebagai norma imannya. Bukan mengulangi, tetapi merumuskan dan mengungkapkan kembali apa yang menjadi inti hidup iman. karena seluruh Gereja bersifat apostolik, maka seluruh Gereja dan setiap anggotanya, perlu mengetahui apa yang menjadi dasar hidupnya.
Sifat Apostolik (yang betul-betul dihayati secara nyata) harus mencegah Gereja dari segala rutinisme yang bersifat ikut-ikutan. Keapostolikan berarti bahwa seluruh Gereja dan setiap anggotanya tidak hanya bertanggungjawab atas ajaran gereja, tetapi juga atas pelayanannya. Sifa keapostolikan Gereja tidak pernah “selesai”, tetapi selalu merupakan tuntutan dan tantangan. gereja, yang oleh Kristus dikehendaki satu, kudus, Katolik, apostoli, senantiasa harus mengembangkan dan menemukan kembali kesatuan, kekatolikan, kaeapostolikan, dan terutama kekudusannya. Sifat-sifat Gereja diimani, berarti harus dihayati, oleh Gereja seluruhnya dan oleh masing-masing anggotanya.
4.b. Persekutuan Komanditer (commanditaire vennootschap atau CV) adalah suatu persekutuan yang didirikan oleh seorang atau beberapa orang yang mempercayakan uang atau barang kepada seorang atau beberapa orang yang menjalankan perusahaan dan bertindak sebagai pemimpin. . Dari pengertian di atas, sekutu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
  • Sekutu aktif atau sekutu Komplementer, adalah sekutu yang menjalankan perusahaan dan berhak melakukan perjanjian dengan pihak ketiga. Artinya, semua kebijakan perusahaan dijalankan oleh sekutu aktif. Sekutu aktif sering juga disebut sebagai persero kuasa atau persero pengurus.
  • Sekutu Pasif atau sekutu Komanditer, adalah sekutu yang hanya menyertakan modal dalam persekutuan. Jika perusahaan menderita rugi, mereka hanya bertanggung jawab sebatas modal yang disertakan dan begitu juga apabila untung, uang mereka memperoleh terbatas tergantung modal yang mereka berikan. Status Sekutu Komanditer dapat disamakan dengan seorang yang menitipkan modal pada suatu perusahaan, yang hanya menantikan hasil keuntungan dari inbreng yang dimasukan itu, dan tidak ikut campur dalam kepengurusan, pengusahaan, maupun kegiatan usaha perusahaan. Sekutu ini sering juga disebut sebagai persero diam.
Persekutuan komanditer biasanya didirikan dengan akta dan harus didaftarkan. Namun persekutuan ini bukan merupakan badan hukum (sama dengan firma), sehingga tidak memiliki kekayaan sendiri.

TUGAS-TUGAS GEREJA
GEREJA YANG MENGUDUSKAN (LITURGIA)
Gereja memiliki imamat umum dan imamat jabatan dengan cara khasnya masing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus.
  • Imamat Umum: melaksanakan tugas pengudusan antara lain dengan berdoa, menyambut sakramen, memberi kesaksian hidup, melaksanakan cinta kasih secara aktif dan kreatif. Ini dilakukan oleh semua umat.
  • Imamat Jabatan: membentuk, memimpin umat, memberikan pelayanan sakramen. Ini dilakukan oleh para Imam.
Allah adalah kudus dan senantiasa memanggil semua orang menuju kekudusan. Selain bimbingan Allah, untuk mencapai kekudusan, semua umat perlu mengusahakannya. Ada beberapa bentuk kegiatan untuk mewujudkan usaha tersebut, yaitu:
  • Doa dan doa resmi gereja (liturgi)
  • Perayaan sakramen-sakramen
  • Perayaan sakramentali dan devosi
Penjelasan:
1)      DOA DAN DOA RESMI GEREJA
1)      Arti Doa
Doa berarti berbicara atau berkomunikasi dengan Tuhan (curhat dengan Tuhan). Dalam doa, kita dituntut untuk lebih mendengarkan daripada berbicara sebab Firman Tuhan selalu menjadi pedoman yang menyelamatkan.
2)      Fungsi Doa
  • Mengkomunikasikan diri kita kepada Tuhan
  • Mempersatukan diri kita dengan Tuhan
  • Mengungkapkan cinta, kepercayaan, harapan kita kepada Tuhan
  • Menemukan makna yang baru dalam hidup, dan lain-lain
3)      Syarat dan cara berdoa yang baik
  • Syarat doa yang baik
v  Didoakan dengan hati
v  Bertolak dari pengalaman hidup yang nyata
v  Diungkapkan dengan rendah hati
  • Cara-cara berdoa yang baik
v  Berdoa secara batiniah (Matius 6: 5-6, Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamar, kuncilah pintu, dan berdoalah).
v  Berdoa dengan cara yang sederhana dan jujur. (Matius 6: 7, Lagi pula dalam doamu, janganlah kamu bertele-tele…)
4)      Doa Resmi Gereja
Doa resmi gereja disebut ibadat atau liturgi. Yang pokok bukan sifat resmi melainkan kesatuan gereja dengan Kristus dalam doa, Liturgi adalah karya Kristus, Imam Agung serta TubuhNya yaitu Gereja. Liturgi juga merupakan perayaan iman di mana orang yang ikut dalam perayaan imam mengambil bagian dalam misteri Kristus yang dirayakan. Doa resmi bukan sekedar mendaraskan rumus-rumus hafalan melainkan mengarahkan hati kepada Tuhan. Yang berdoa bukan badan melainkan hati.
Ibadat ini terdiri atas: ibadat pagi, ibadat siang, ibadat sore, ibadat malam dan ibadat bacaan.
2)      SAKRAMEN
1)      Sakramen adalah lambang atau simbol
Dalam hidup sehari-hari kita menemukan banyak tanda. Bila kita hendak mengungkapkan cinta, kita akan memberikan sekuntum mawar. Mawar merupakan sebuah tanda untuk mengungkapkan sesuatu yang tidak kelihatan yaitu cinta. Begitupun sakramen. Sakramen merupakan tanda yang kelihatan untuk menjelaskan sesuatu yang tidak kelihatan yaitu cinta dan karya Allah.
2)      Sakramen mengungkapkan karya Tuhan yang menyelamatkan
Allah yang begitu mencintai manusia merupakan Allah yang tidak kelihatan. Ia yang tidak kelihatan itu kemudian menampakkan diri dalam diri PuteraNya Yesus. Yesus hadir dan menyapa kita dan kelihatan secara nyata. Melihat Kristus berarti melihat Allah yang tidak kelihatan itu. Namun setelah kebangkitanNya, Ia tidak kelihatan secara fisik. Yesus lalu hadir dalam Gereja. Dengan demikian, gereja menampakkan Kristus. Sakramen-sakramen yang kita terima adalah tangan Kristus yang menjamah, merangkul dan menyembuhkan kita.
3)      Sakramen meningkatkan dan menjamin mutu hidup kita sebagai orang Kristiani
Lewat sakramen, kualitas hidup seseorang semakin meningkat. Orang semakin dekat dengan Tuhan. Perayaan sakramen merupakan PERTEMUAN antara Kristus dan kita. Yang dituntut dari kita adalah sikap batin yakni kehendak baik untuk melaksanakan apa yang Tuhan kehendaki.
4)      Ketujuh Sakramen:
  • Sakramen Baptis
  • Sakramen Ekaristi/Komuni
  • Sakramen Krisma
  • Sakramen Tobat
  • Sakramen Perkawinan
  • Sakramen Imamat
  • Sakramen Pengurapan Orang Sakit
Sakramen Baptis, Ekaristi dan Krisma merupakan sakramen Inisiasi yaitu sakramen yang harus diterima seseorang ketika masuk menjadi seorang Katolik. Sakramen Perkawinan dan Imamat merupakan sakramen Panggilan di mana seseorang memilih pilihan hidupnya. Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit merupakan sakramen Penyembuhan.
a)      Mengapa ada 7 sakramen:
v  Angka 7 melambangkan kesempurnaan
v  Melambangkan seluruh hidup manusia dari lahir hingga meninggal
b)      Makna dari masing-masing sakramen
v  Sakramen Baptis
Materi: Air
Forma/Ucapannya: Aku membaptis kamu, dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus
Maknanya:
  • Membersihkan seseorang dari dosa asal
  • Menerima seseorang sebagai anggota gereja
v  Sakramen Ekaristi/Komuni
Materi: Hosti dan Anggur lambang Tubuh dan Darah Kristus
Forma/Ucapannya:
  • Terimalah dan makanlah, Inilah TubuhKu yang dikorbankan bagimu. Perbuatlah ini sebagai kenangan akan Daku.
  • Terimalah dan minumlah, Inilah DarahKu yang dikorbankan bagimu. Perbuatlah ini sebagai kenangan akan Daku.
Maknanya:
  • Menyatukan diri kita dengan Kristus
v  Sakramen Krisma
Materi: Minyak Krisma (dari minyak zaitun dicampur sejenis balsem)
Forma/Ucapannya: “Semoga dimeterai oleh karunia Allah, Roh Kudus”.
Maknanya:
  • Menandakan seseorang telah dewasa imannya
  • Ia siap menjadi saksi Kristus lewat teladan hidupnya.
v  Sakramen Tobat
Lewat perbuatan dosa, manusia memilih untuk memisahkan diri dari Allah dan hidup menurut kehendaknya sendiri tanpa rahmat Allah.
Akibat dosa, manusia kehilangan rahmat Allah yang pernah ia terima dalam sakramen baptis. Ia tidak layak lagi disebut sebagai anak Allah. Selain itu, dosa ikut mengotori kesucian Gereja Kristus. Relasi dengan sesama pun ikut rusak.
Jika seseorang bertobat maka, ia pun berdamai kembali dengan Allah, Gereja, dan sesama.
v  Sakramen Perkawinan
Sakramen Perkawinan melambangkan persatuan Kristus dan gereja. Dengan demikian, sifat perkawinan katolik adalah monogami (seorang perempuan dan seorang laki-laki) dan tak terceraikan (tidak mengenal perceraian)
Materi: Kitab Suci dan Cincin
v  Sakramen Imamat
Menjadi seorang imam merupakan panggilan khusus. Mereka dengan kemauan pribadi memutuskan untuk hidup selibat atau tidak menikah demi kerajaan Allah. Mereka juga menghayati 3 kaul yaitu:
  • Kaul Kemurniaan: tidak menikah seumur hidup
  • Kaul Ketaatan: taat terhadap Allah, taat terhadap aturan, taat terhadap pemimpin dan taat terhadap komitmen/keputusan untuk tidak menikah.
  • Kaul Kemiskinan: dengan kesadaran berkomitmen untuk hidup sederhana
v  Sakramen Pengurapan Orang Sakit
Materi: Minyak Pengurapan Orang Sakit (dari minyak zaitun ditambah balsem)
Forma/Ucapannya: Peletakan tangan Romo di atas kepala orang sakit.
Maknanya:
  • Menyatukan penderitaan dengan penderitaan Kristus
  • Sebagai bekal rohani (viaticum)
  • Menguatkan orang sakit
3)      SAKRAMENTALI
1)      Pengertian:
Tanda-tanda suci (berupa ibadat/upacara/pemberkatan) yang mirip dengan sakramen-sakramen.
2)      Macam-macam Sakramentali:
  • Pemberkatan: pemberkatan orang, benda/barang rohani, tempat, makanan.
Contoh: pemberkatan ibu hamil/anak, alat pertanian, alat transportasi, rumah, patung, rosario
Ini merupakan pujian kepada Allah dan doa untuk memohon anugerahNya.
  • Pemberkatan dalam arti tahbisan rendah: pentahbisan orang dan benda.
Contoh: pentahbisan lektor, katekis, diakon, misdinar, pemberkatan gereja/kapel, altar, minyak suci, lonceng.
4)      DEVOSI
1)      Pengertian:
Devosi berasal dari kata bahasa Latin, Devotio yang berarti penghormatan. Devosi adalah bentuk-bentuk penghormatan/kebaktian khusus orang atau umat beriman kepada rahasia kehidupan Yesus tertentu, misalnya hati Yesus yang Mahakudus, Sakramen Mahakudus. Atau devosi juga bisa ditujukan kepada orang-orang kudus seperti devosi Santa Maria, devosi kepada santo-santa pelindung.
2)      Tujuan Devosi
Devosi tidak bersifat paksaan melainkan sukarela. Devosi hendaknya bertujuan untuk menguatkan iman kita kepada Allah dalam diri Yesus Kristus.

GEREJA YANG MEWARTAKAN (KERYGMA)
Ada 3 bentuk Sabda Allah dalam gereja yaitu:
  1. Sabda/pewartaan para rasul sebagai daya yang membangun gereja
  2. Sabda Allah dalam Kitab Suci sebagai kesaksian
  3. Sabda Allah dalam pewartaan aktual gereja sepanjang zaman
Tiga bentuk sabda Allah di atas saling berhubungan satu sama lain.  Sabda Allah berawal dari pengalaman para rasul ketika hidup bersama Yesus. Sesudah kenaikan Yesus, para rasul mulai mewartakan kepada umat. Dari pewartaan para rasul itulah kemudian mulai ditulis. Sabda Allah inilah yang kemudian dilanjutkan oleh Gereja dalam pewartaan aktual gereja. Tugas kita adalah mewartakan sabda Allah sebagaimana yang dilakukan para rasul dulu. Ada dua pola pewartaan dalam mewartakan Sabda Allah yaitu:
  1. Pewartaan verbal/kata-kata (kerygma)
  2. Pewartaan dalam tindakan (martyria)
Penjelasan:
  1. 1.      Pewartaan Verbal/kata-kata (kerygma)
Pewartaan verbal sebenarnya merupakan tanggung jawab para imam tetapi kita sebagai kaum awam dituntut untuk turut serta dalam kegiatan pewartaan antara lain melalui:
  • Kotbah atau homili: pewartaan yang berdasarkan perikope kitab suci. Kotbah diwartakan dari mimbar. Meskipun terkesan satu arah (melulu dari yang berkotbah) namun kotbah yang baik adalah komunikasi dua arah di mana pendengar juga diaktifkan. Orang yang membawakan kotbah disebut pengkotbah.
  • Pelajaran agama: proses pendampingan para guru agama kepada para siswa untuk menemukan makna hidupnya dalam terang Kitab Suci.
  • Katekese umat: kegiatan suatu kelompok umat di mana mereka aktif berkomunikasi untuk menafsirkan hidup nyata dalam terang injil yang diharapkan berkelanjutan dengan aksi nyata sehingga dapat membawa perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik. Orang yang membawakan katekese disebut Katekis
  • Pendalaman kitab suci: membaca dan merenungkan kitab suci. Bisa dilakukan dalam keluarga, kelompok dan pada kesempatan khusus misalnya masa APP (prapaskah) atau masa adven (sebelum Natal) dan bulan Kitab Suci (BKSN)
  1. 2.      Pewartaan dalam tindakan (Martyria)
Penjelasannya lihat tema tentang Gereja Yang Menjadi Saksi Kristus (Martyria)
Dalam mengaktualisasikan sabda Tuhan, ada dua tuntutan yang harus dipenuhi atau diketahui oleh seorang pewarta sabda Allah yaitu:
  1. a.      Mendalami dan menghayati Sabda Tuhan
Orang tidak dapat mewartakan sabda Allah dengan baik kalau dia sendiri belum mengenal, memahami dan melaksanakannya. Untuk itu, seorang pewarta harus membekali diri dengan pengetahuan tentang kitab suci dengan mengikuti penataran atau seminar.
  1. b.      Mengenal umat atau masyarakat konteksnya
Selain pengenalan tentang kitab suci, seorang pewarta juga dituntut mengenal konteks atau masyarakat yang ada sehingga pewartaan kita sungguh menyentuh masyarakat yang ada.

MAGISTERIUM DAN PARA PEWARTA SABDA
Magisterium gereja adalah kuasa mengajar dalam gereja. Magisterium gereja bertugas untuk menafsir dan mengajarkan kitab suci kepada umat dan menjaga kesatuan iman dan ajaran Kristus. Umat hanyalah menjalankan apa yang diwartakan oleh magisterium gereja. Salah satu sifat dasar magisterium gereja adalah “TIDAK DAPAT SESAT”. Artinya ajaran mereka senatiasa bersumber pada kuasa Roh Kudus. Magisterium gereja terdiri atas imam agung (Paus) di Roma, kepala dewan para uskup selaku gembala umat.
GEREJA YANG MELAYANI (DIAKONIA)

Gereja tidak pernah ada untuk dirinya sendiri, tetapi sebaliknya menjadi tanda dan saran bagi dunia dan masyarakat. Gereja dipanggil untuk melayani sebagaimana Yesus sendiri datang untuk melayani. Pada malam perjamuan terakhir, Yesus menunjukkan diriNya sebagai seorang pelayan atau hamba dengan membasuh kaki para rasul. Sabda Yesus sendiri dalam Markus bab 10: 45, “Anak manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani” mendapat perwujudan yang nyata. Santo Paulus melukiskan pengalaman Yesus ini dengan mengatakan bahwa “Kristus telah mengambil rupa seorang Hamba” (Filipi, 2: 7). Dengan demikian menjadi murid Yesus berarti harus meneladani Yesus dengan cara MELAYANI.
  • Dasar Pelayanan dalam Gereja
Dasar pelayanan dalam gereja bertumpu pada semangat pelayanan Kristus sendiri. “Barangsiapa menyatakan diri murid Kristus, ia wajib hidup sama seperti hidup Kristus.” (I Yohanes bab 2: 6)
  • Ciri-Ciri Pelayanan Gereja
v  Bersikap sebagai Pelayan
Dalam Markus bab 9: 35 dikatakan bahwa, “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.”
Kesetiaan kepada Kristus sebagai Tuhan dan Guru
Gereja (kita) senantiasa menimbah kekuatan dari teladan Yesus sendiri sebagai nafas hidup kita
Option for the Poor.
Perhatian utama pelayanan gereja adalah orang-orang yang miskin namun tetap memposisikan mereka sebagai subyek yang sederajat dan tetap menghormati harga dirinya dan bukan mengobyekan mereka (memperlakukan seenaknya)
Kerendahan Hati
Seperti Kristus, gereja pun hendaknya melihat diri sebagai hamba yang tak berguna (Lukas 17: 10)
  • Bentuk-Bentuk Pelayanan
Pelayanan gereja dapat bersifat KEDALAM dan KELUAR.
Kedalam meliputi       : pembangunan dan pengembangan jemaat atau umat itu sendiri
Keluar meliputi : aspek-aspek kehidupan manusia baik di bidang pendidikan, kebudayaan, kesejahteraan, politik maupun hukum

GEREJA YANG MENJADI SAKSI KRISTUS (MARTYRIA)

Kata SAKSI memiliki dua arti:
  • Orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa atau kejadian
  • Orang yang dimintai hadir pada suatu peristiwa untuk mengetahuinya agar suatu ketika apabila diperlukan dapat memberi keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa tersebut sungguh-sungguh terjadi.
Dari kedua arti di atas, kita dapat disimpulkan bahwa saksi selalu menunjuk pada personal/pribadi seseorang yang mengetahui atau mengalami dan mampu memberikan keterangan yang benar.
Dengan demikian, menjadi “Saksi Kristus” berarti:
  • Menyampaikan atau menunjukkan apa yang dialami dan diketahui tentang Kristus kepada orang lain
  • Penyampaian, penghayatan atau pengalamannya itu dapat dilaksanakan melalui kata-kata, sikap atau tindakan nyata (teladan hidup)
Menjadi saksi Kristus selalu mengandung resiko sebagaimana Sabda Yesus sendiri, “Kamu akan dikucilkan bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah” (Yohanes 16: 2). Meskipun demikian, banyak orang yang terinspirasi dari pengorbanan Yesus sendiri dan mengorbankan nyawanya sebagai saksi Kristus atau Martir (martir berarti orang yang berkorban atau rela mati demi menjadi saksi Kristus).
Martyria terbagi atas dua yaitu:
  • Martyria Merah/Darah: orang yang rela menumpahkan darahnya demi memberi kesaksian tentang imannya akan Tuhan.
Contoh:
Uskup Romero yang tewas ditembak karena membela orang miskin di kota San Salvator.
Pater Maximilianus Kolbe yang rela mati dibunuh di kamp konsentrasi Nazi Jerman demi menggantikan seorang bapak yang hendak dieksekusi.
Santo Tarsisius yang rela mati demi menyelamatkan hosti tubuh Kristus
  • Martir Putih: orang yang rela berbuat apa saja termasuk menghadapi tantangan demi memberi kesaksian tentang Tuhan. Orang seperti ini tidak perlu mati seperti martyria merah/darah tetapi rela hidup seperti Kristus.
Contoh:
Mother Teresa yang selama hidupnya melayani orang-orang miskin di Calcuta-India
Pater Damian yang selama hidupnya melayani orang-orang kusta yang dibuang di pulai Molokai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar