Pendidikan
adalah dimana tempat membentuk dan mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SBM) yang
perspektif dan berkualitas demi majunya suatu negara, meningkat pembangunan
daerah, mengurangi problema ekonomi, dan aspek-aspek lainnya.
Provinsi
Papua adalah satu-satunya provinsi yang terkenal dengan kemiskinan dan
ketinggalan pembangunan di Negara Indonesia, bahkan di kawasan Asia Tenggara. Makanya
tidak salah, jika kita bilang kalau Papua adalah provinsi yang dibelakangi oleh
negara Indonesia, hanya saja hamper seluruh kawasan Asia Tenggara memanfaatkan
dan menikmati hasil sumberdaya alam dari Papua.
Berbagai
cara dilakukan oleh pemerintah negara Indonesia agar sumber daya manusia Papua
semakin disayangkan tetapi pemimpin-pemimpin Papua tidak mengerti sesedikitpun.
Bahkan pemimpin-pemimpin Papua relah mengorbankan generasi Papua yang hempir
menjamin majunya pembangunan hanya untuk kepuasaan dan kepentingan merekja
sendiri.
Kenapa
saya bilang begitu, karena begitu banyak sekolah-sekolah baik SD, SMP, maupun
SMA yang ketinggalan, sebab ada yang kekurangan tenaga pengajar, kurangnya sistem
penagajaran, tingginya biaya sekolah yang tidak sepadang dengan pendapatan
masyarakat, dan kurangnya perlengakapan sekolah seperti lab komputer, lab Bahasa,
lab kimia, lab biologi, dan lab-lab lainnya, serta perpustakaan, asrama
sekolah, dan yang lainnya.
Jika
memang negeri Papua ingin maju, ada beberapa sistem yang pemerintah bias gunakan:
1. Anak-anak didorong untuk mengunggah karya mereka
di dunia maya sejak SD kelas 6 atau Para murid mulai didorong untuk menggunakan
teknologi sejak usia 7 tahun, menggambar dengan program grafik sederhana,
lantas mendiktekan keterangannya kepada para guru. Semuanya itu untuk
menciptakan generasi anak-anak yang mampu mengekspresikan diri mereka sendiri,
dan bertanggung jawab atas pembelajaran mereka.
2. Sejak
usia muda, para murid didorong untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler
yang menitikberatkan kepada kemampuan akademik daripada fisik. Hal itu
membutuhkan kreativitas yang luar biasa dan akan memiliki kemampuan untuk memecahkan
masalah serta memebentuk mereka menjadi anak kompetitif.
3. Saat
seorang guru mengajar di kelas yang lebih besar, maka rekan-rekan guru yang
lain bisa menghabiskan waktu mereka dengan berkolaborasi, membuat perencanaan
pengajaran, dan melakukan tutoring satu per satu sebanyak mungkin. Orang
Jepang percaya bahwa kebiasaan belajar yang baik di usia muda akan membangun
pola yang akan terus diterapkan oleh anak-anak saat beranjak dewasa. Di usia 6
atau 7 tahun, para murid diajarkan kemapuan mengikuti ujian yang spesifik,
seperti cara menggunakan proses eliminasi untuk menemukan jawaban yang benar
untuk soal pilihan ganda. “Pendekatan
itu mungkin tampak intens, tetapi atmosfer yang tercipta akan membantu
membangun daya juang dan tanggung jawab.
4. Di
sekolah dasar, kelas dipimpin oleh guru kelas sedangkan di SMP, setiap mata
ajaran ada gurunya masing-masing. Tidak ada biaya sekolah, buku-buku yang
diberikan juga tidak dikenaan biaya sepeserpun. Akan tetapi, biaya untuk makan
siang, kunjungan lapangan, dan tamasya, dan alat tulis manjadi tanggungan orang
tua.
5. Seorang murid tidak dapat loncat kelas. Mereka
harus melewati mulai dari kelas 1 ke kelas 2, 2 ke 3, 3 ke 4 dan seterusnya.
Murid juga tidak harus mengulang tingkat yang sama. Akan tetapi jika murid
kehilangan waktu belajar akibat sakit atau sebab-sebab lain, mereka bisa
tinggal di tingkat yang sama. Untuk melanjutkan ke SMA setelah menyelesaikan
pendidikan wajib, murid harus lulus ujian saringan masuk. Ketika seorang murid
mendaftar di sekolah dasar atau SMP, mereka akan ditempatkan di tingkat yang
sesuai dengan umurnya. Ini mungkin menyebabkan ketidaknyamanan karena tahun
ajaran sekolah terkadang berbeda.
6. Semua anak naik kelas. Namun setiap anak dimasukkan
dalam kelompok-kelompok kecil di dalam kelas sesuai dengan kemampuannya.
Sehingga setiap anak merasa percaya diri dengan kemampuannya. Hasil evaluasi
belajar (raport) tidak diberikan dalam angka, tetapi dalam bentuk uraian.
Setiap sekolah mempunyai program pemberian penghargaan untuk murid-murid yang
berprestasi. Ada standard yang berlaku nasional dan cara-cara evaluasi
tertentu yang dipakai untuk menilai prestasi murid.
7. Sekolah favorit harus tiadakan. Walaupun sebagian migran menganggap
sekolah-sekolah tertentu itu lebih bagus daripada yang lainnya. Ada yang
mendasarkan penilaiannya pada decile sekolah. Setiap sekolah memiliki decile
yang diberikan oleh pemerintah dan dinilai setiap lima tahun atau bisa lebih
cepat bila diminta oleh sekolah yang bersangkutan. Decile rating berkisar
dari 1 sampai 10 dan rating ini menunjukkan tingkat sosial ekonomi
murid-murid yang belajar di sekolah tersebut dan bukan mutu sekolah.
Decile rating 1 menunjukkan bahwa rata-rata murid yang sekolah di
sekolah tersebut datang dari tingkat sosial ekonomi rendah. Sedangkan decile
rating 10 berarti rata-rata murid yang sekolah di sekolah tersebut datang
dari tingkat sosial ekonomi tinggi. Penilaian ini berdasarkan alamat rumah
semua siswa di sekolah tersebut dan data sensus. Apakah dengan demikian ada
perbedaan dalam fasilitas sekolah atau kualitas guru? Tidak sama sekali. Baik
sekolah-sekolah yang memiliki decile rating rendah maupun yang tinggi
memiliki fasilitas, kualitas guru dan mutu pengajaran yang sama.
Jika
memang ingin memajukan pembangunan di Papua dan jika perlu mengurangi
pengangguran di Papua jangan tergantung dan terpikat pada belas kasihan orang
lakukanlah apa yang menurut anda baik. Hai pemimpin Papua lihatlah tanah anda
habis diambil orang, keluargamu habis begitu saja, segala hak anda diatur oleh
orang, dan semua milik anda habis didepan matamu.
“Waktu
kita berbeda, dan pikiran kitapun berbeda jadi gunakanlah bagianmu sebaik
mungkin, sebab akupun hanya mengikuti apa yang anda ciptakan.”
By: YULIANUS DEGEI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar