1.a. penghayatan, ungkapan dan perwujudan iman
TOPIK I
PENGHAYATAN, UNGKAPAN, DAN PERWUJUDAN IMAN UMAT BERAGAMA DAN BERKEPERCAYAAN I.
Kompetensi Dasar Memahami penghayatan, ungkapan dan perwujudan iman umat
beragama dan berkepercayaan II. Indikator Pencapaian Hasil Belajar 1.
Mendiskripsikan ciri-ciri umat beragama dan berkepercayaan. 2. Menjelaskan arti
umat beragama dan berkepercayaan. 3. Menjelaskan arti menghayati iman menurut
agama dan kepercayaan. 4. Menjelaskan arti ungkapan iman dari masing-masing
agama dan kepercayaan 5. Menemukan contoh-contoh ungkapan iman dari
masing-masing agama dan kepercayaan . 6. Menjelaskan arti perwujudan iman dari
masing-masing agama dan kepercayaan. 7. Menemukan contoh-contoh perwujudan iman
umat dari masing-masing agama dan kepercayaan. 8. Melaksanakan kegiatan ungkapan
iman sebagai anugerah untuk mensyukuri hidup 9. Melaksanakan kegiatan
perwujudan iman sebagai usaha mengembangkan kepedulian terhadap mereka yang
lemah dan menderita. III. Landasan Pemikiran Di antara makhluk ciptaan Tuhan,
manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang tertinggi. Unsur yang membedakan
manusia dari makhluk yang lain adalah manusia diberi pikiran, perasaan, akal
budi dan kehendak. Melalui pikiran, perasaan dan kehendak tersebut manusia
dapat menjalin relasi dengan sesama dan Tuhan. Manusia yang mempunyai relasi
dengan Tuhan biasanya dapat dideskripsikan atau digambarkan secara lahiriah.
Misalnya dengan berdoa, beribadat atau membaca kitab suci. Berdoa dan membaca
kitab suci dapat dilakukan di tempat ibadah/ibadat/sembahyang. Selain itu juga
nampak dalam tindakan untuk berbuat baik, memperhatikan atau peduli kepada
sesama yang membutuhkan uluran tangan. Orang yang mempunyai relasi dengan Tuhan
dapat dikatakan sebagai orang beragama dan berkepercayaan. Dengan demikian umat
beragama dan berkepercayaan adalah orang atau kelompok orang yang diharapkan
mempunyai relasi dengan yang Illahi. Relasi mengandung unsur adanya kedekatan
atau keintiman sehingga orang mengungkapkan perasaan hati dan pikiran dengan
bebas. Relasi ini dapat dihayati, diungkapkan, dan diwujudkan dalam hidup
sehari-hari. Setiap orang dapat menjawab relasi dengan Tuhan melalui
penghayatan iman. Penghayatan iman merupakan motivasi, dorongan, landasan dari
sikap seseorang yang melakukan sesuatu dalam relasinya dengan Tuhan. Iman adalah
suatu kepercayaan atau keyakinan akan adanya Tuhan. Manusia menyerahkan diri
secara total kepada Tuhan dengan hati yang tulus dan ikhlas. Iman tidak hanya
dihayati tetapi perlu juga diungkapkan, misalnya dengan berdoa, sholat,
pengajian, beribadat /sembahyang maupun membaca kitab suci. Ungkapan iman juga
dapat dinyatakan dengan sikap untuk mensyukuri hidup yang diterimanya. Perasaan
syukur dapat muncul bila orang mengadakan relasi dengan Tuhannya yang dapat
diwujudkan melalui doa atau ibadat. Doa atau ibadat dapat dilakukan secara
pribadi/perorangan dan bersama/berjamaah/berjemaat. Doa atau ibadat yang
dilakukan bersama mengandung unsur persekutuan/perkumpulan. Hal ini
mencerminkan kebersamaan yang didasarkan pada iman yang sama sehingga orang
dapat membangun persaudaraan dalam kehidupan beragama dan berkepercayaan. Dari
uraian tersebut, maka dapat disimpulkan, ungkapan iman adalah
pengakuan/kepercayaan orang terhadap kepada Tuhan yang diungkapkan melalui
sapaan-sapaan dalam bentuk ibadat dan doa maupuan melalui sikap lahiriah yang
menunjuk pada pikiran, hati dan perasaan. Setiap agama dan kepercayaan pasti
mengajak umatnya untuk mengamalkan imannya dengan tindakan konkret. Dengan
demikian orang yang menghayati imannya perlu mewujudkan imannya. Penghayatan iman
dapat diwujudkan dalam perbuatan konkret/nyata yang didasarkan pada nilai-nilai
kebaikan yang bersumber pada pribadi yang diimani untuk menyatakan pikiran,
perasaan, hati dan imannya. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu hal yang pantas
dikejar demi kualitas hidup sebagai manusia yang utuh. Memperhatikan orang yang
membutuhkan, berbuat baik dengan mengasihi sesama dan peduli pada keadaan orang
lain khususnya sesama yang miskin, kecil, lemah, dan menderita merupakan contoh
perwujudan iman . Dengan demikian kehadiran orang beriman dapat menumbuhkan
harapan dan kegembiraan kepada sesamanya. Kemampuan mengolah pengalamanan
hidupnya melalui hidup doa dapat menjadi dorongan maupun inspirasi orang
tersebut dapat mewujudkan imannya. Dengan daya doa yang dibangun terus menerus
akan membuat orang semakin peka terhadap sesamanya khususnya yang menderita,
miskin, lemah dan tersingkir. Melalui proses pendidikan, kita dididik dan
didampingi agar dapat berkembang menjadi manusia yang utuh yang mempunyai
relasi yang dekat dan kuat dengan Tuhan. Kita dibantu dan didorong untuk
berkembang menjadi siswa-siswi yang berilmu yang mampu menghayati iman secara
mendalam, mengungkapkan iman dengan tepat serta mampu mewujudkan dalam
kehidupan sehari-hari secara konkret. IV. Uraian Materi Pokok 1. Umat beragama
dan berkepercayaan 2. Penghayatan iman 3. Pengungkapan iman 4. Perwujudan iman
V. Narasi Indonesia merupakan bangsa yang memiliki keanekaragaman/kebhinekaan
dalam kehidupan beragama dan berkepercayaan. Keanekaragaman ini menyebabkan
perbedaan antara pemeluk agama yang satu dengan yang lainnya Perbedaan tersebut
dapat dilihat dari bentuk penghayatan, ungkapan dan perwujudan iman. Dengan
perbedaan itu diharapkan tidak menimbulkan masalah maupun konflik tetapi
menyatukan karena adanya unsur toleransi. Sebagai gambaran keanekaragaman dalam
kehidupan beragama dan berkepercayaan maka pada pertemuan ini akan diputarkan
film yang berjudul “Yogyakarta City of Tolerance” VI. Pendalaman dan Refleksi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini: 1. Ceritakanlah kembali secara
singkat tentang film yang telah diputarkan/ditayangkan! 2. Perasaan-perasaan
apa saja yang muncul ketika anda menyaksikan film tersebut? Mengapa perasaan
tersebut muncul? 3. Bagaimana Anda menanggapi keanekaragaman kehidupan beragama
dalam bentuk penghayatan dan pengungkapan iman tersebut? 4. Bagaimana Anda
menanggapi keanekaragaman agama di kelas? 5. Sikap dan tindakan konkret apa
yang Anda lakukan dalam menghadapi perbedaan agama dan kepercayaan di kelas
Anda VII. Pengembangan Religiositas Berikut ini disajikan beberapa pandangan
dari berbagai agama dan kepercayaan tentang penghayatan, ungkapan dan
perwujudan iman umat beragama dan berkepercayaan. Anda dapat membaca
sumber-sumber lain yang sesuai dengan tema untuk memperluas wawasan dan
pengetahuan Anda. 1. Agama Hindu Doa adalah elemen penting dari bhakti. Maksud
tujuan berbhakti bukanlah sebagai petisi akan memperoleh pahala. Apakah ada
gunanya mengatakan kepada Tuhan apa yang kita inginkan – karena beliau maha
mengetahui segalanya ...? Apakah sebabnya kita mengemukakan petisi dalam doa?
Maksud tujuan berdoa adalah menemukan kebebasan dari duka hati dalam hidup,
melepaskan kesombongan, mengendalikan pikiran, menghalangi hawa nafsu dan
mengasihi lebih mendalam kepada sesama di dunia, dan menyeberangi lautan
penderitaan. Inilah yang menjadi doa di bibir setiap orang. (disarikan dari Sri
Chandrasakhanarendra Saraswati, 1967. Terj. Nyoman S. Pandit. Aspe-aspek Agama
Kita, hlm. 39 -34) 2. Agama Buddha Dhammasala atau dharmasala, yaitu tempat
pujabhakti pembabaran dharma. Di tempat inilah umat Buddha melakukan pujabhakti
dan mendengarkan pembabaran dharma yang disampaikan oleh para bhikku, pandita
atau dhammaduta. Dalam dhammasala ini umat juga mengadakan kegiatan sosial
keagamaan. Dalam agama Buddha, melalukan pujabhakti saja belum dapat
terbebaskan dari penderitaan atau mencapai nibbana. Bila ada umat Buddha yang
berpendapat bahwa dengan melakukan pujabhakti saja, seseorang dapat mencapai
nibbana, maka pendapat ini keliru. Pendapat yang keliru ini disebut
silab-bataparamasa. Sebab jika kita hanya melakukan pujabhakti saja, dengan
tidak melakukan sila atau mengembangkan samadhi, maka tidak mungkin mencapai
kesucian batin. Pujabhakti merupakan dasar perkembangan batin yang baik. Pujabhakti,
samadhi, dan sila harus dilakukan secara bersama-sama agar dapat menghasilkan
nibbana. Ada dua macam puja (penghormatan) dalam agama budha, yaitu 1. amisa
puja, artinya menghormat dengan materi atau benda, misalnya memuja yang patut
dipuja dengan kembang, lilin, cendana atau dupa, dan lain-lain; 2. Patpati puja
artinya memuja atau menghormat dengan melakukan ajaran (buddha dharma)
mempraktekan sila, samadhi dan panna. (Disarikan dari Wowor, Corneles, MA
(editor). 1999. Buku Pelajaran Agama Buddha SMTA Kelas 1. Surabaya: Paramaita,
hlm.2,7-8) 3. Agama Islam Golongan kaya yang mempunyai sikap setia kawan,
menyadari bahwa harta benda yang dimiliki sebenarnya merupakan kerunia Alloh,
yang di dalamnya ada hak para fakir miskin. Kesadaran tersebut mendorong
golongan kaya mengeluarkan sebagian hartanya untuk membantu saudara-saudaranya
yang miskin, melalui zakat amal, zakat fitrah, infaq, ataupun sedekah merupakan
salah satu ciri orang yang muttaqin (orang-orang yang bertakwa). (Syamsuri
& Yunus, Mohamad. 1995. Pendidikan Agama Islam untuk SMU Kelas 2. Jakarta:
Penerbit Erlangga, hlm. 54) 4. Agama Kristen Pengakuan iman hendaknya
diwujudkan dalam perbuatan nyata, karena iman tanpa perbuatan itu pada
hakekatnya mati (Yakobus 2:14-26). Tuhan Yesus Kristus mengajarkan bahwa
sesungguhnya orang percaya kepada Yesus harus melakukan perbuatan seperti yang
dilakukan oleh Yesus, yaitu dalam kesediaan merendahkan diri untuk melayani,
dan menghormati mereka yang terlupakan (Yohanes 13:13-15; 14:12; Filipi 2:1-11;
Yohanes 2:6) 5. Agama Katolik Puasa disatukan dengan doa bagi yang menderita
lapar. Uang yang dihemat, karena berpuasa, disumbangkan untuk membelikan
makanan bagi yang lapar. Sebulan sekali pada hari Minggu persembahan mereka
dibawa ke altar kemudian disatukan dengan korban Kristus sendiri. (Grassi,
Joseph A. 1989. Tindak Peduli dalam Kehidupan Sosial: Suatu Perwujudan
Ekaristi. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 106, 107 Gereja adalah persekutuan orang
beriman, komunikaso iman. Proses komunikasi iman dibedakan dua macam: 1.
pengajaran 2. perayaan. Yang satu komunikasi dengan kata-kata, baik dalam
katekese biasa maupun dalam pengajaran resmi pimpinan gereja, yang lain
komunikasi iman dalam ibadat bersama. Yang pokok bukanlah rumusan iman atau
kebaktian, melainkan penghayatan dan pengamalan iman. Bahkan Gereja wajib
mengakui iman di muka orang-orang, sebab berkat iman kita menerima pengertian
tentang makna hidup yang fana. Iman menyinar segala sesuatu dengan cahaya yang
baru, dan memaparkan rencana ilani tentang seluruh panggilan manusia. (KWI.
1996. Iman Katolik. Yogyakarta-Jakarta: Kanisius-Obor, hlm. 444, 445) 6. Agama
Khonghucu “ ... tujuan hidup yang dicita-citakan dalam Konfusianisme adalah
menjadi seoarang kuncu. Kuncu (manusia budiman) ini dapat dicapai apabila orang
dapat melaksanakan dan menerapkan ajaran Khong Hu Cu dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kuncu identik dengan seorang yang memiliki moralitas
tinggi yang dapat mendekati moralitas seorang nabi” (Tanggok, M. Ikhsan. Jalan
Keselamatan Melalui Agama Khong Hu Cu. 2000. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, hlm. 85) VIII. Evaluasi a. Jelaskan ciri-ciri umat beragama dan
berkepercayaan! b. Jelaskan arti umat beragama dan berkepercayaan. c. Jelaskan
arti menghayati iman! d. Jelaskan arti ungkapan iman! Sebutkan 3 contoh
ungkapan iman berdasarkan agama dan kepercayaan Anda! e. Jelaskan arti
perwujudan iman! Sebutkan 3 contoh perwujudan iman berdasarkan agama dan
kepercayaan Anda!. f. Apakah ada hubungan antara iman, ilmu dan amal? Jelaskan!
TOPIK 2 PEMUKA AGAMA, KARISMA DAN PELAYANANNYA I. Kompetensi Dasar Memahami
bahwa pemuka agama diberi karisma dan dipanggil untuk melayani II. Indikator
Pencapaian Hasil Belajar 1. Menjelaskan pengertian pemuka agama 2. Menjelaskan
tentang karisma pemuka agama sebagai anugerah dari Tuhan 3. Menjelaskan tentang
lembaga yang menyatukan para pemuka agama 4. Memberi contoh-contoh pelayanan
dan tugas pemuka agama 5. Menjelaskan syarat-syarat menjadi pemuka agama 6.
Mewawancarai pemuka agama dan membuat laporan wawancara dengan pemuka agama.
III. Landasan Pemikiran Agama merupakan lembaga yang menawarkan kebahagiaan dan
keselamatan melalui pengajaran dan pelaksanaan ajaran-ajaran yang disampaikan
oleh para peletak dasar agama, dimana ajaran tersebut kemudian dituliskan dalam
Kitab Suci masing-masing. Agama sebagai sebuah lembaga tentu menuntut adanya
suatu susunan hierarki atau kepengurusan yang mendampingi dan melayani jemaat
dalam usahanya mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Para pengurus atau
pimpinan jemaat dalam agama inilah yang kemudian disebut sebagai pemuka agama.
Jadi pemuka agama adalah orang yang karena kualitas pribadinya dipercaya dan
diberi tugas khusus untuk memimpin umat beragama. Setiap agama memiliki sebutan
yang khas untuk pemuka agamanya. Dalam agama Islam, yang disebut pemuka agama
misalnya: kyai, imam, dai, ustad, dan ustadzah; dalam agama Kristen, yang
disebut pemuka agama misalnya: pendeta, penatua, majelis gereja, biblepro;
dalam agama Katolik, yang disebut pemuka agama misalnya: Uskup, imam atau
pastor atau romo, diakon, katekis; dalam agama Hindu, yang disebut pemuka agama
misalnya: pedanda, pemangku, sulinggih; dalam agama Buddha, yang disebut pemuka
agama misalnya: Bikhu, Bikhuni, samanera, upasika, upasaka; dan pemuka agama
dalam agama Khonghucu misalnya: Haksu, Bunsu, kausing, dan Tiangloo. Adapun
para pemuka agama tersebut dalam agamanya masing-masing memiliki suatu lembaga
yang menyatukan dan memberi garis besar dalam pengajarannya. Adapun
lembaga-lembaga tersebut adalah: MUI : Majelis Ulama Indonesia PGI :
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia
PHDI : Parisadha Hindu Dharma Indonesia WALUBI : Wali Umat Buddha Indonesia
MATAKIN : Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Para pemuka agama memiliki
tugas dan peran yang khas yaitu: 1. Menjadi panutan atau memberi teladan bagi
umatnya, khususnya di tengah situasi bangsa Indonesia yang sedang mengalami
intoleransi dalam pluralisme. 2. Menyejahterakan umat Tuhan, 3. Mendampingi
umat dalam persatuan dengan Tuhan, dan memimpin ibadat, mengajar,
mempersatukan, serta mendampingi dalam perwujudan iman. Sebagai seorang pemuka
agama tentu ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, antara lain: a. memiliki kualitas
pribadi yang baik b. memiliki karisma, yaitu bakat dan kemampuan luar biasa
dalam kepemimpinan. Karisma ini adalah anugerah dari Tuhan. c. memahami tentang
ajaran agama d. memiliki kehidupan pribadi dan sosial yang baik e. dipercaya
oleh umat atau diberi mandat oleh umat. Selain syarat-syarat umum di atas,
menjadi pemuka agama juga dituntut untuk mampu memenuhi syarat khusus yang
ditentukan dalam masing-masing agama. Dan yang terpenting, mereka harus
menyadari bahwa menjadi pemuka agama merupakan panggilan dari Tuhan untuk
melayani umatNya. Maka menjadi pemuka agama bukanlah untuk mencari prestise
atau kedudukan dan kehormatan melainkan pertama-tama untuk melayani. Karena
menjadi pemuka agama merupakan panggilan dan pilihan dari Tuhan, maka kita sebagai
orang yang percaya kepada Tuhan hendaknya menghormati dan menghargai keberadaan
pemuka agama dari agama manapun dan berusaha untuk memberi dukungan terhadap
tugas dan pelayanan pemuka agama. IV. Uraian Materi Pokok 1. Pemuka agama 2.
Kharisma pemuka agama merupakan anugerah Tuhan 3. Bentuk-bentuk pelayanan
pemuka agama 4. Syarat-syarat menjadi pemuka agama V. Pengembangan Religiositas
Berikut ini disajikan beberapa pandangan dari berbagai agama dan kepercayaan
tentang pemuka agama, karisma dan pelayanannya. Anda juga dapat membaca sumber
– sumber lain yang sesuai dengan tema untuk memperluas wawasan dan pengetahuan
Anda. 1. Agama Buddha Dharma Duta atau juru penerang agama buddha adalah
orang-orang yang dapat bertindak sebagai Bhikku, Samanera, Pandita, dan
Upasika-Upasaka. Dharma Duta bertindak menjadi penunjuk jalan yang baik
terhadap umatnya. 2. Agama Kristen menjadi pemimpin dalam agama kristen berarti
menjadi pelayan. Dalam perjalanan sejarah gereja ada beberapa sistem
pemerintahan gerejawi, yaitu: a. Sistem papal: gereja dipimpin oleh paus untuk
gereja katolik roma dan batrik untuk gereja ortodok timur. b. Sistem caesaro
papal: gereja dipimpin oleh kaisar, raja, atau ratu. Misalnya ada dalam gereja
Anglikan di Inggris. c. Sistem Episkopal atau Sinodal: gereja dipimpin oleh
seorang pendeta sebagai pimpinan sinode, misalnya dalam gereja Lutheran, HKBP.
d. Sistem Colegial atau Conggregasial: gereja dipimpin oleh rapat anggota
gereja, misalnya dalam gereja pantekosta, dan Babtis e. Sistem Presbiterial: gereja
dipimpin oleh majelis yang menggambarkan sebagai imam, nabi, dan raja. 3. Agama
Islam Pemuka agama merupakan kelanjutan dari pengambil alihan tugas Nabi
Muhammad sebagai imam, nabi dan pemimpin pemerintahan. Sebagai imam tugas ini
dilakukan oleh seseorang yang memimpin dalam sholat berjamaah. Nama lain untuk
imam adalah amir. Sebagai nabi, Nabi Muhammad tidak tergantikan karena Nabi
Muhammad merupakan nabi yang terakhir, dan sebagai pemimpin pemerintahan, tugas
itu diberikan kepada khalifah. 4. Agama Hindu Pemuka dalam agama Hindu
dilaksanakan oleh pedanda yaitu imam untuk golongan Brahmana, Pemangku yaitu
imam yang diambil selain dari kasta Brahmana, dan Sengguhu adalah imam untuk
kasta rendah. 5. Agama Katolik Melalui Baptisan seseorang menerima imamat umum,
yaitu sebagai imam, nabi, dan raja. Selain adanya imamat umum, juga ada yang
secara khusus menerima imamat khusus, yaitu Uskup, imam atau pastor atau romo,
dan diakon. Mereka semua adalah para rohaniwan yang hidupnya selibat atau tidak
menikah. Sedangkan dari kaum awam, tugas pengajaran diemban oleh katekis. 6.
Agama Khonghucu Dalam agama Khonghucu yang disebut sebagai pemuka agama adalah
Haksu (pemimpin badat), Bunsu (guru agama), Kausing (Penebar agama), dan
Tiangloo (sesepuh). Para pemuka agama tersebut memiliki tugas masing-masing
yang saling mendukung dan terkait. 7. Evaluasi Jawablah pertanyaan-pertanyaan
berikut ini! 1. Sebutkan pengertian Pemuka Agama 2. Sebutkan pemuka agama dan
lembaga yang menyatukan mereka! 3. Jelaskan tugas dan peran pemuka agama! 4.
Jelaskan syarat-syarat menjadi pemuka agama dalam agamamu masing-masing
- 1.b. Menghormati Hak dan Kewajiban Antar Umat Beragama
Hak dan
kewajiban umat beragama di Indonesia pada dasarnya sama, yaitu hak dan kewajiban warga negara Indonesia. Oleh karena itu, saling
menghormati merupakan contoh pertama sikap toleransi beragama.
Artikel
Lainnya:
- Membangun dan Memperbaiki Sarana Umum
Membangun
jembatan di suatu desa, memperbaiki jalan kampung bersama-sama dapat dilakukan bersama-sama
tanpa membedakan perbedaan agama yang dianut.
- Membantu Korban Kecelakaan dan Bencana Alam
Membantu
korban bencana alam dan korban kecelakaan juga merupakan bentuk toleransi dalam
beragama. Ketika membantu dan menolong sesama, seseorang tidak ditanyakan
apa agamanya terlebih dahulu baru dibantu. Atau sebaliknya, orang yang mau
membantu tidak akan ditanyakan apa agama yang dianutnya.
- Gotong Royong Membersihkan Kampung
Secara
bersama-sama masyarakat dapat membersihkan kampung atau desanya. Kampung adalah
milik bersama yang harus dipelihara kebersihannya tanpa membedakan agama dan
kepercayaan yang diyakini seseorang.
- Menghormati Ibadah Orang Lain
Saling
menghormati orang yang sedang melakukan ibadah menjadi faktor yang penting
toleransi beragama. Contohnya, jika hari raya Nyepi di Bali, maka seluruh
masyarakatnya ikut menghormati dengan berdiam diri di rumah masing-masing tanpa
membedakan agamanya. Begitu pula jika hari Raya Idul Fitri, ummat Islam tidak
diganggu kegiatan ibadah sholat Iednya yang memang akan lebih ramai dari
sholat biasa.
- Tidak Memaksakan Agama Kepada Orang Lain
Meskipun
tiap agama pada dasarnya mempunyai misi dakwah atau mengajak orang lain, tetap
perlu disadari misi dakwah tidak bersifat memaksa. Apalagi orang tersebut sudah
memiliki agama yang diyakininya.
- Saling Menyayangi
Meskipun
berbeda agama, dengan tetangga atau teman tetap saling menyayangi. Karena
kita sama Bangsa Indonesia. Dengan saling menyayangi, kita juga dapat
memperluas pergaulan dan pengetahuan dengan tidak terbatas ruang dan waktu.
Selama teman tersebut tidak bertentangan dengan aturan di negara Indonesia.
Demikian
artikel tentang toleransi beragama. Semoga dengan adanya contoh-contoh yang
telah disebutkan dapat menginspirasi kita semua untuk lebih mempertinggi
toleransi. Toleransi yang tiggi terhadaps sesama merupakan salah satu upaya menjaga keutuhan NKRI.
4.a. LINGKARAN TAHUN LITURGI ADA TAHUN A,B,C
Posted by liturgiekaristi
on March 11, 2011
Kenapa dalam lingkaran tahun
Liturgi kita ada tahun A, B dan C…mengapa ada tiga tahun yang berbeda dengan bacaan yang berbeda, apa tujuannya?
PENCERAHAN DARI Teresa Subaryani Dhs
Liturgi Sabda merupakan saat umat Katolik mendengarkan Sabda Allah. Sabda Allah ini tentunya dai KS. Pembagian tahun A, B, dan C merupakan pembagian untuk bacaan pada misa hari minggu, sedangkan untuk misa harian dibagi menjadi tahun I dan II (ganjil dan genap). Pada tahun A, bacaan Injil diambil dari Injil Matius. Tahun B bacaan Injil mengambil dari Injil Markus. Tahun C bacaan Injil-nya diambil dari Injil Lukas. Injil Yohanes mendapat perlakuan khusus. Bacaan dari Injil Yohanes ini setiap tahunnya dibacakan pada hari-hari minggu Adven dan selama Paskah. Juga menyempil pada minggu-minggu di Tahun B.
Tujuan pembagian ini adalah agar bacaan lebih terarah untuk umat.
Jadi kalau kita mengikuti misa setiap hari selama tiga tahun berturut-turut, kita telah membaca mendengarkan seluruh isi KS.
Satu tahun liturgi (baik A,B, atau C) dibagi menurut pesta dan perayaan liturgi Gereja. Kalau warna liturgi (seperti telah dibahas di topik sebelumnya) mengikuti pada pesta dan perayaan liturgi yang sedang berlangsung, jadi berlaku setiap tahun.
Tahun A, B, dan C yang dibahas di sini adalah pembagian untuk bacaan dalam Ekaristi yang berbeda setiap tahunnya.
PENCERAHAN DARI Daniel Pane
Sebenarnya tidak benar-benar selesai dibaca pun sudah diusahakan demikian. Pembagian tahun A, B, C hanya berlaku untuk hari Minggu sementara untuk hari-hari biasa polanya adalah tahun I dan II (walaupun yang berbeda hanya bacaan pertama dan mazmurnya, sementara Injilnya sama). Di luar itu pada hari-hari raya dan pesta di luar hari Minggu kerap terjadi bacaan-bacaan sama untuk setiap tahunnya.
Berikut ini adalah data statistiknya yang disediakan oleh Romo Felix Just. SJ:
http://catholic-resources.org/Lectionary/Statistics.htm
PENCERAHAN DARI PASTOR Sam Gulô
Di isinilah kelebihan Gereja Katolik: dlm 3 thn hampir seluruh isi PL dan PB dibacakan dan direnungkan. Mknya kotbah pr Romo stiap hari minggu, memiliki tema trtntu dan tdk menabrak sana menabrak sini. Umat yg tdk mngetahui hal hal ini, biasanya mengeluh, kotbah para Romo lurus2 saja, jk dibangingkan kotbah di Gereja Tetangga yg bisa merangkai langit dan bumi. Kita tdk demikian. Jk umat secara rutin mengikuti Misa / Ibadat setiap hari Minggu mk mrk telah mendengar dan merenungkan hampir seluruh isi alkitab.
PENCERAHAN DARI PASTOR Christianus Hendrik
Sekedar menegaskan dan melengkapi jawaban2 sebelumnya. Memang kalau orang cukup rajin ‘mendengarkan sabda Tuhan dalam perayaan Ekaristi” termasuk misa harian, dalam kurun waktu 3 tahun setelah melewati tahun A, B, dan C liturgi gereja, dia akan ‘selesai’ membaca hampir seluruh isi Kitab Suci.
Jadi memang bacaan liturgi disusun sedemikian rupa, dikemas dalam lingkaran Liturgi yang utuh yang memaparkan sejarah keselamatan dan penyelamatan manusia sejak kisah penciptaan dalam Kejadian sampai Wahyu. Bukan hanya itu, dalam lingkaran Liturgi kita juga secara menyeluruh dipaparkan Kisah penebusan Kristus sejak kedatangan Yohanes yang mempersiapkan kelahiran Juruselamat sampai wafat dan kebangkitanNya. Tidak ada ‘liturgi’ selengkap Liturgi dalam Gereja Katolik yang merangkum tiga masa sekaligus: Masa lampau – Wafat Kristus kita maklumkan; masa kini – KebangkitanNya kita muliakan; masa depan – KEdatanganNya kita rindukan.
Kalender bacaan Liturgi yang dibuat sedemikian rupa membantu juga-secara minimalis- umat beriman untuk setidaknya memperoleh kesempatan “mendengarkan sabda” (bukan membaca Kitab Suci) di Gereja secara teratur dan lengkap sepanjang tiga tahun liturgi. Bukan hanya itu, sebenarnya bersumber dari bacaan2 Liturgi Ekaristi, juga mengalir dalam doa2 harian dan bacaan rohani harian para biarawan dan biarawati yang saling bersinergi dengan liturgi sepanjang tahun, menjadikan hari2 dan jam2 doa mereka semakin indah dan teratur dalam saling keterkaitan satu sama lain….
Makanya….rajin2 ke Gereja ya, untuk mendengarkan sabda Tuhan, biar setidaknya pernah minimal 1 kali tamat membaca Kitab Suci nya…tentu yang sisanya harus dilengkapi sendiri dengan membaca secara rutin di rumah secara pribadi.
Setelah tiga tahun berjalan melewati tahun A, B, dan C; bacaan Liturgi akan kembali mengulang lagi dari awal dengan penyesuaian peringatan, pesta dan Hari raya Orang Kudus dan Hari raya Gereja yang dirayakan menurut tanggal dan hari yang berbeda. Walaupun mengulang, lihatlah kemudian bahwa pembahasan dan refleksi tentang Kitab Suci dalam Liturgi Gereja selalu baru dan tidak pernah mengulang….itulah kekayaan Sabda Allah yang nyata, yang tidak pernah usang dan selalu baru setiap hari sepanjang masa.
3.a. Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya kepada
Yesus Kristus. Ia lahir seiring kehidupan dan pelayanan Yesus Kristus di dunia.
Karena itu, apa yang disebut gereja perdana adalah persekutuan para murid Yesus
dan ditambah dengan beberapa orang lain yang telah mengaku Yesus sebagai Tuhan
dan menjadi saksi atas kebangkitanNya. Gereja perdana ini memiliki semangat
persekutuan, pelayanan, dan kesaksian yang kuat, sehingga iman Kristen
mulai tersebar dari Yerusalem, seluruh daerah Yudea, Samaria, dan sampai ke
ujung dunia (Kis. 1:8). Salah seorang murid Yesus yang giat dalam pekabaran
Injil ini adalah rasul Paulus. Ia mengabarkan Injil hampir di seluruh wilayah
kekuasaan Romawi pada abad pertama, baik di kalangan orang-orang Yahudi
diaspora maupun orang-orang bukan Yahudi. Selain rasul Paulus, para murid yang
lain juga aktif mengabarkan Injil ke seluruh dunia. Konon rasul Thomas mengabarkan
Injil sampai ke India. Karena itu, pada akhir abad pertama dan memasuki abad
kedua, sejumlah jemaat-jemaat Kristen lahir dan bertumbuh di seluruh wilayah
kekuasaan Romawi, dengan latar belakang suku bangsa, bahasa, dan tradisi yang
berbeda. Namun demikian, jemaat-jemaat ini mengakui keesaan mereka di dalam
iman kepada Yesus Kristus dan di dalam tugas panggilan mereka untuk bersekutu,
bersaksi, dan melayani sebagai jemaat-jemaat Kristen. Jadi, keesaan mereka
pertama-tama terletak pada iman mereka kepada Yesus Kristus dan panggilan
mereka untuk bersaksi di dalam dunia.
GEREJA YANG SATU
“Allah telah
berkenan menghimpun orang-orang yang beriman akan Kristus menjadi Umat Allah
(lih 1Ptr 2:5-10)”, dan membuat mereka menjadi satu Tubuh (lih. 1Kor 12:12) dan
(AA 18). “Pola dan prinsip terluhur misteri kesatuan Gereja ialah kesatuan
Allah yang tunggal dalam tiga pribadi, Bapa, Putra dan Roh Kudus” (UR 2).
landasan
Hukum Gereja yang Satu dapat kita lihat dalam Katekismus Gereja Katolik dibawah
ini :
“Itulah
satu-satunya Gereja Kristus, yang dalam syahadat iman kita akui sebagai Gereja
yang satu, kudus, katolik, dan apostolik” (LG 8). Keempat sifat ini, yang tidak
boleh dipisahkan satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan
perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh Kudus,
Kristus menjadikan Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik, dan apostolik. Ia
memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu. (KGK 811)
Hanya iman
dapat mengakui bahwa Gereja menerima sifat-sifat ini dari asal ilahinya. Namun
akibat-akibatnya dalam sejarah merupakan tanda yang juga jelas mengesankan akal
budi manusia. Seperti yang dikatakan Konsili Vatikan I, Gereja “oleh
penyebarluasannya yang mengagumkan, oleh kekudusannya yang luar biasa, dan oleh
kesuburannya yang tidak habis-habisnya dalam segala sesuatu yang baik, oleh
kesatuan katoliknya dan oleh kestabilannya yang tak terkalahkan, adalah alasan
yang kuat dan berkelanjutan sehingga pantas dipercaya dan satu kesaksian yang
tidak dapat dibantah mengenai perutusan ilahinya” (DS 3013). (KGK 812)
Gereja itu
satu menurut asalnya. “Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan
Allah tunggal dalam tiga Pribadi, Bapa, Putera, dan Roh Kudus” (UR 2 §5).
Gereja itu satu menurut Pendiri-Nya. “Sebab Putera sendiri yang menjelma …
telah mendamaikan semua orang dengan Allah, dan mengembalikan kesatuan semua
orang dalam satu bangsa dan sate tubuh” (GS 78,3). Gereja itu satu menurut
jiwanya. “Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, dan memenuhi serta
membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang
mengagumkan itu, dan sedemikian erat menghimpun mereka sekalian dalam Kristus,
sehingga menjadi prinsip kesatuan Gereja” (UR 2 §2). Dengan demikian,
kesatuan termasuk dalam hakikat Gereja: “Sungguh keajaiban yang penuh rahasia!
Satu adalah Bapa segala sesuatu, juga satu adalah Logos segala sesuatu, dan Roh
Kudus adalah satu dan saina di mana-mana, dan juga ada hanya satu Bunda
Perawan; aku mencintainya, dan menamakan dia Gereja” (St. Klemens dari
Aleksandria, Pæd. 1,6,42:PG 8,300). (KGK 813)
Namun sejak
awal, Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Di satu pihak
kemajemukan itu disebabkan oleh perbedaan anugerah-anugerah Allah, di lain
pihak oleh keanekaan orang yang menerimanya. Dalam kesatuan Umat Allah
berhimpunlah perbedaan bangsa dan budaya. Di antara anggota-anggota Gereja ada
keanekaragaman anugerah, tugas, syarat-syarat hidup dan cara hidup; “maka dalam
persekutuan Gereja selayaknya pula terdapat Gereja-gereja khusus, yang memiliki
tradisi mereka sendiri” (LG 13). Kekayaan yang luar biasa akan perbedaan tidak
menghalang-halangi kesatuan Gereja, tetapi dosa dan akibat akibatnya membebani
dan mengancam anugerah kesatuan ini secara terus-menerus. Karena itu Santo
Paulus harus menyampaikan nasihatnya, “supaya memelihara kesatuan Roh oleh
ikatan damai sejahtera” (Ef 4:3). (KGK 814)
Manakah
ikatan-ikatan kesatuan? Terutama cinta, “ikatan kesempurnaan” (Kol 3:14).
Tetapi kesatuan Gereja penziarah juga diamankan oleh ikatan persekutuan yang
tampak berikut ini:
– pengakuan iman yang satu dan sama, yang diwariskan oleh para Rasul;
– perayaan ibadat bersama, terutama Sakramen-sakramen;
– suksesi apostolik, yang oleh Sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam keluarga Allah. (KGK 815)
– pengakuan iman yang satu dan sama, yang diwariskan oleh para Rasul;
– perayaan ibadat bersama, terutama Sakramen-sakramen;
– suksesi apostolik, yang oleh Sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam keluarga Allah. (KGK 815)
“Itulah
satu-satunya Gereja Kristus … Sesudah kebangkitan-Nya, Penebus kita menyerahkan
Gereja kepada Petrus untuk digembalakan. Ia mempercayakannya kepada Petrus_dan
para Rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing… Gereja itu, yang di dunia
ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam [subsistit in] Gereja
Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan
dengannya” (LG 8). Dekrit Konsili Vatikan II mengenai ekumene menyatakan:
“Hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk
keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab
kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petrus-lah
Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu
Tubuh Kristus di dunia. Dalam Tubuh itu harus disaturagakan sepenuhnya siapa
saja, yang dengan suatu cara telah termasuk Umat Allah” (UR 3). (KGK 816)
GEREJA YANG
KUDUS
Kekudusan
Gereja dibicarakan dalam Konsili Vatikan II, konstitusi Lumen Gentium pada bab
V. Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya
untuk semua, mealinkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang
berasal dari Kristus, yang mengikutsertakan Gereja dalam gerakan-Nya kepada
Bapa oleh Roh Kudus.
Pada taraf
misteri ilahi Gereja sudah suci : “Didunia ini gereja sudah ditandai oleh
kesucian yang sungguhnya, meskipun tidak sempurna” (LG 48). Ketidaksempurnaan
ini menyangkut pelaksanaan insani, sama seperti kesatuannya. Dalam hal kesucian
pun yang pokok bukanlah bentuk pelaksanaannya, melainkan sikap dasarnya.
“Suci”
sebetulnya berarti yang dikhususkan bagi Tuhan. Jadi yang pertama-tama
menyangkut seluruh bidang sakral atau keagamaan. Yang suci bukan hanya tempat,
waktu, barang yang dikhususkan bagi Tuhan, atau orang. Malahan sebenarnya harus
dikatakan bahwa “yang kudus)” adalah Tuhan sendiri. Semua yang lain, barang
maupun orang, disebut “kudus” karena termasuk lingkup kehidupan Tuhan.
Kudus
pertama-tama bukanlah termasuk kategori moral yang menyangkut kelakukan
manusia, melainkan kategori teologal (ilahi), yang menetukan hubungan dengan
Allah.ini bukan berarti kelakuan moral tidak penting. karena apa yang di khususkan
bagi Tuhan, harus “sempurna” (Im 1:3, Rm 6:19, 22).
“Gereja itu suci dan sekaligus harus dibersihkan,
serta terus menerus menjalankan pertobatan dan pembaruan “(LG 8). Dimana
kesucian Gereja adalah kesucian perjuangan, terus menerus
GEREJA YANG
KATOLIK
Dimana ada
uskup, disitu ada jemaat, seperti dimana ada Kristus disitu ada Gereja
Katolik.(ungkapan St. Ignatius dari Anthiokia). Yang di maksud ialah dalam
perayaan Ekaristi, yang dipimpin oleh uskup, hadir bukanlah jemaat setempat
tetapi seluruh Gereja. “Gereja katolik yang satu dan tunggal berada dalam
gereja-gereja setempat dan terhimpun daripadanya (LG 23)”.
Gereja
selalu “lengkap”, penuh. Tidak ada Gereja setengah-setengah atau sebagian.
Gereja setempat, baik keuskupan maupun paroki bukanlah “cabang” Gereja
Universal. Setiap Gereja setempat, bahkan setiap perkumpulan orang beriman yang
sah, merupakan seluruh Gereja. Gereja tidak dapat dipotong-potong menjadi
“Gereja-Gereja bagian”.
Kata
“Katolik” selanjutnya juga dipakai untuk menyebut Gereja yang benar, Gereja
universal yang dilawankan dengan sekte-sekte. Dengan demikian kata “katolik”
mendapat arti yang lain :”gereja disebut Katolik, karena tersebar diseluruh
muka buni dan juga karena mengajrkan secara menyeluruh dan lengkap segala
ajaran iman tertuju kepada sesama manusia, yang mau disembuhkan secara
menyeluruh pula” (St. Sirilius dari yerusalem).
Sejak itu
kata “Katolik” tidak hanya mempunyai arti geografis, tersebar keseluruh dunia,
tetapi juga “menyeluruh”, dalam arti “lengkap”, berkaitan dengan ajarannya,
serta “terbuka” dalam arti tertuju kepada siapa saja. Pada abad ke 5 masih
ditambahkan bahwa gereja tidak hanya untuk segala bangsa, tetapi juga untuk
segala Zaman.
Pada zaman
reformasi kata “Katolik” muncul lagi untuk menunjuk pada Gereja yang tersebar
dimana-mana, dibedakan dengan Gereja-gereja Protestan. Sejak itu pula kata
“Katolik” secara khusus dimaksudkan umat kristen yang mengakui Paus sebagai
pemimpin Gereja Universal, tetapi dalam syahadt kata “Katolik” masih mempunyai
arti asli “universal” atau “umum”. Ternyata universal pun mempunyai dua arti,
yang kuantitatif dan kualitatif.
Dalam
Konsili vatikan II tidak lagi memusatkan Gereja sebagai kelompok manusia yang
terbatas, melainkan kepada Gereja sebagai sakramen Roh Kristus. “kekhatolikan”
Gereja berarti bahwa pengaruh dan daya pengudus Roh tidak terbatas pada para
anggota Gereha saja, mealinkan juga terarah kepada seluruh dunia. dengan sifat
“katolik” dimaksudkan bahwa Gereja mampu mengatasi keterbatasannya sendiri
akrena Roh yang berkarya di dalamnya. Oleh karena itu yang “katolik” bukanlah
hanya Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya sebab di dalam jemaat
hadirlah seluruh Gereja.
Gereja
Kristus itu sungguh hadir dalam semua jemaat beriman setempat yang sah, yang
mematuhi para gembala mereka, dan dalam Perjanjian Baru disebut Gereja(Lih.
Kis 8:1; 14:22-23; 20:17). Gereja-Gereja itu ditempatnya masing-masing
merupakan umat baru yang dipanggil oleh Allah, dalam Roh Kudus dan dengan
sepenuh-penuhnya (lih 1Tes 1:5). Di jemaat-jemaat itu, meskipun sering hanya
kecil dan miskin, atau tinggal tersebar, hiduplah Kristus; dan berkat
kekuatan-Nya terhimpunlah Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik.
GEREJA YANG
APOSTOLIK
“Apostolik”
atau rasuli berarti bahwa Gereja berasal dari para rasul dantetap berpegang
teguh pada kesaksian iman mereka itu. Kesadaran bahwa Gereja “dibangun atas
dasar para rasul dan pra nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru”,
sudah ada sejak zaman Gereja perdana sendiri (bdk Ef 2:20, Bdk Why 21:14),
tetapi sebagai sifat khusus keapostolikan baru disebut akhir abad ke-4. Dalam
perjanjian Baru kata “rasul” tidak hanya dipakai untuk keduabelas rasul yang
namanya disebut dalam Injil (lih Mat 10:1-4)
Hubungan
historis itu tidak boleh dilihat sebagai macam “estafet”, yang didalamnya
ajaran benar bagaikan sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu diteruskan
sampai kepada para uskup sekarang. yang disebut “Apostolik” bukanlah para
uskup, melainkan Gereja. Sifat apostolik berarti bahwa Gereja sekarang mengaku diri
sama dengan gereja Perdana, yakni Gereja para rasul. dimana hubungan historis
ini jangan dilihat sebagai pergantian orang, melainkan sebagai kelangsungan
iman dan pengakuan.
Sifat
apostolik tidak berarti bahwa Gereja hanya mengulang-ulangi apa yang sejak dulu
kala sudah diajarkan dan dilakukan di dalam gereja, keapostolikan berarti bahwa
dalam perkembangan hidup, tergerak Roh Kudus, Gereja senantiasa berpegang pada
Gereja para rasul sebagai norma imannya. Bukan mengulangi, tetapi merumuskan
dan mengungkapkan kembali apa yang menjadi inti hidup iman. karena seluruh
Gereja bersifat apostolik, maka seluruh Gereja dan setiap anggotanya, perlu
mengetahui apa yang menjadi dasar hidupnya.
Sifat
Apostolik (yang betul-betul dihayati secara nyata) harus mencegah Gereja dari
segala rutinisme yang bersifat ikut-ikutan. Keapostolikan berarti bahwa seluruh
Gereja dan setiap anggotanya tidak hanya bertanggungjawab atas ajaran gereja,
tetapi juga atas pelayanannya. Sifa keapostolikan Gereja tidak pernah
“selesai”, tetapi selalu merupakan tuntutan dan tantangan. gereja, yang oleh
Kristus dikehendaki satu, kudus, Katolik, apostoli, senantiasa harus
mengembangkan dan menemukan kembali kesatuan, kekatolikan, kaeapostolikan, dan
terutama kekudusannya. Sifat-sifat Gereja diimani, berarti harus dihayati, oleh
Gereja seluruhnya dan oleh masing-masing anggotanya.
4.b. Persekutuan Komanditer (commanditaire vennootschap atau CV) adalah suatu
persekutuan yang didirikan oleh seorang atau beberapa orang yang mempercayakan uang atau barang
kepada seorang atau beberapa orang yang menjalankan perusahaan
dan bertindak sebagai pemimpin. . Dari pengertian di atas, sekutu dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :- Sekutu aktif atau sekutu Komplementer, adalah sekutu yang menjalankan perusahaan dan berhak melakukan perjanjian dengan pihak ketiga. Artinya, semua kebijakan perusahaan dijalankan oleh sekutu aktif. Sekutu aktif sering juga disebut sebagai persero kuasa atau persero pengurus.
- Sekutu Pasif atau sekutu Komanditer, adalah sekutu yang hanya menyertakan modal dalam persekutuan. Jika perusahaan menderita rugi, mereka hanya bertanggung jawab sebatas modal yang disertakan dan begitu juga apabila untung, uang mereka memperoleh terbatas tergantung modal yang mereka berikan. Status Sekutu Komanditer dapat disamakan dengan seorang yang menitipkan modal pada suatu perusahaan, yang hanya menantikan hasil keuntungan dari inbreng yang dimasukan itu, dan tidak ikut campur dalam kepengurusan, pengusahaan, maupun kegiatan usaha perusahaan. Sekutu ini sering juga disebut sebagai persero diam.
Persekutuan
komanditer biasanya didirikan dengan akta dan harus
didaftarkan. Namun persekutuan ini bukan merupakan badan hukum (sama dengan firma), sehingga tidak memiliki kekayaan sendiri.
TUGAS-TUGAS GEREJA
GEREJA YANG
MENGUDUSKAN (LITURGIA)
Gereja
memiliki imamat umum dan imamat jabatan dengan cara khasnya masing-masing
mengambil bagian dalam satu imamat Kristus.
- Imamat Umum: melaksanakan tugas pengudusan antara lain dengan berdoa, menyambut sakramen, memberi kesaksian hidup, melaksanakan cinta kasih secara aktif dan kreatif. Ini dilakukan oleh semua umat.
- Imamat Jabatan: membentuk, memimpin umat, memberikan pelayanan sakramen. Ini dilakukan oleh para Imam.
Allah adalah
kudus dan senantiasa memanggil semua orang menuju kekudusan. Selain bimbingan
Allah, untuk mencapai kekudusan, semua umat perlu mengusahakannya. Ada beberapa
bentuk kegiatan untuk mewujudkan usaha tersebut, yaitu:
- Doa dan doa resmi gereja (liturgi)
- Perayaan sakramen-sakramen
- Perayaan sakramentali dan devosi
Penjelasan:
1)
DOA DAN DOA RESMI GEREJA
1)
Arti Doa
Doa berarti
berbicara atau berkomunikasi dengan Tuhan (curhat dengan Tuhan). Dalam doa,
kita dituntut untuk lebih mendengarkan daripada berbicara sebab Firman Tuhan
selalu menjadi pedoman yang menyelamatkan.
2)
Fungsi Doa
- Mengkomunikasikan diri kita kepada Tuhan
- Mempersatukan diri kita dengan Tuhan
- Mengungkapkan cinta, kepercayaan, harapan kita kepada Tuhan
- Menemukan makna yang baru dalam hidup, dan lain-lain
3)
Syarat dan cara berdoa yang baik
- Syarat doa yang baik
v
Didoakan dengan hati
v
Bertolak dari pengalaman hidup yang nyata
v
Diungkapkan dengan rendah hati
- Cara-cara berdoa yang baik
v
Berdoa secara batiniah (Matius 6: 5-6, Tetapi jika engkau berdoa, masuklah
ke dalam kamar, kuncilah pintu, dan berdoalah).
v
Berdoa dengan cara yang sederhana dan jujur. (Matius 6: 7, Lagi pula dalam
doamu, janganlah kamu bertele-tele…)
4)
Doa Resmi Gereja
Doa resmi
gereja disebut ibadat atau liturgi. Yang pokok bukan sifat resmi
melainkan kesatuan gereja dengan Kristus dalam doa, Liturgi adalah karya
Kristus, Imam Agung serta TubuhNya yaitu Gereja. Liturgi juga merupakan
perayaan iman di mana orang yang ikut dalam perayaan imam mengambil bagian
dalam misteri Kristus yang dirayakan. Doa resmi bukan sekedar mendaraskan
rumus-rumus hafalan melainkan mengarahkan hati kepada Tuhan. Yang berdoa bukan
badan melainkan hati.
Ibadat ini
terdiri atas: ibadat pagi, ibadat siang, ibadat sore, ibadat malam dan ibadat
bacaan.
2)
SAKRAMEN
1)
Sakramen adalah lambang atau simbol
Dalam hidup
sehari-hari kita menemukan banyak tanda. Bila kita hendak mengungkapkan cinta,
kita akan memberikan sekuntum mawar. Mawar merupakan sebuah tanda untuk
mengungkapkan sesuatu yang tidak kelihatan yaitu cinta. Begitupun sakramen.
Sakramen merupakan tanda yang kelihatan untuk menjelaskan sesuatu yang tidak
kelihatan yaitu cinta dan karya Allah.
2)
Sakramen mengungkapkan karya Tuhan yang menyelamatkan
Allah yang
begitu mencintai manusia merupakan Allah yang tidak kelihatan. Ia yang tidak
kelihatan itu kemudian menampakkan diri dalam diri PuteraNya Yesus. Yesus hadir
dan menyapa kita dan kelihatan secara nyata. Melihat Kristus berarti melihat
Allah yang tidak kelihatan itu. Namun setelah kebangkitanNya, Ia tidak
kelihatan secara fisik. Yesus lalu hadir dalam Gereja. Dengan demikian, gereja
menampakkan Kristus. Sakramen-sakramen yang kita terima adalah tangan Kristus
yang menjamah, merangkul dan menyembuhkan kita.
3)
Sakramen meningkatkan dan menjamin mutu hidup kita sebagai orang Kristiani
Lewat
sakramen, kualitas hidup seseorang semakin meningkat. Orang semakin dekat
dengan Tuhan. Perayaan sakramen merupakan PERTEMUAN antara Kristus dan kita.
Yang dituntut dari kita adalah sikap batin yakni kehendak baik untuk
melaksanakan apa yang Tuhan kehendaki.
4)
Ketujuh Sakramen:
- Sakramen Baptis
- Sakramen Ekaristi/Komuni
- Sakramen Krisma
- Sakramen Tobat
- Sakramen Perkawinan
- Sakramen Imamat
- Sakramen Pengurapan Orang Sakit
Sakramen
Baptis, Ekaristi dan Krisma merupakan sakramen Inisiasi yaitu sakramen yang
harus diterima seseorang ketika masuk menjadi seorang Katolik. Sakramen
Perkawinan dan Imamat merupakan sakramen Panggilan di mana seseorang memilih
pilihan hidupnya. Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit merupakan
sakramen Penyembuhan.
a)
Mengapa ada 7 sakramen:
v
Angka 7 melambangkan kesempurnaan
v
Melambangkan seluruh hidup manusia dari lahir hingga meninggal
b)
Makna dari masing-masing sakramen
v
Sakramen Baptis
Materi: Air
Forma/Ucapannya:
Aku membaptis kamu, dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus
Maknanya:
- Membersihkan seseorang dari dosa asal
- Menerima seseorang sebagai anggota gereja
v
Sakramen Ekaristi/Komuni
Materi:
Hosti dan Anggur lambang Tubuh dan Darah Kristus
Forma/Ucapannya:
- Terimalah dan makanlah, Inilah TubuhKu yang dikorbankan bagimu. Perbuatlah ini sebagai kenangan akan Daku.
- Terimalah dan minumlah, Inilah DarahKu yang dikorbankan bagimu. Perbuatlah ini sebagai kenangan akan Daku.
Maknanya:
- Menyatukan diri kita dengan Kristus
v
Sakramen Krisma
Materi:
Minyak Krisma (dari minyak zaitun dicampur sejenis balsem)
Forma/Ucapannya:
“Semoga dimeterai oleh karunia Allah, Roh Kudus”.
Maknanya:
- Menandakan seseorang telah dewasa imannya
- Ia siap menjadi saksi Kristus lewat teladan hidupnya.
v
Sakramen Tobat
Lewat
perbuatan dosa, manusia memilih untuk memisahkan diri dari Allah dan hidup
menurut kehendaknya sendiri tanpa rahmat Allah.
Akibat dosa,
manusia kehilangan rahmat Allah yang pernah ia terima dalam sakramen baptis. Ia
tidak layak lagi disebut sebagai anak Allah. Selain itu, dosa ikut mengotori
kesucian Gereja Kristus. Relasi dengan sesama pun ikut rusak.
Jika
seseorang bertobat maka, ia pun berdamai kembali dengan Allah, Gereja, dan
sesama.
v
Sakramen Perkawinan
Sakramen
Perkawinan melambangkan persatuan Kristus dan gereja. Dengan demikian, sifat
perkawinan katolik adalah monogami (seorang perempuan dan seorang laki-laki) dan
tak terceraikan (tidak mengenal perceraian)
Materi:
Kitab Suci dan Cincin
v
Sakramen Imamat
Menjadi
seorang imam merupakan panggilan khusus. Mereka dengan kemauan pribadi
memutuskan untuk hidup selibat atau tidak menikah demi kerajaan Allah. Mereka
juga menghayati 3 kaul yaitu:
- Kaul Kemurniaan: tidak menikah seumur hidup
- Kaul Ketaatan: taat terhadap Allah, taat terhadap aturan, taat terhadap pemimpin dan taat terhadap komitmen/keputusan untuk tidak menikah.
- Kaul Kemiskinan: dengan kesadaran berkomitmen untuk hidup sederhana
v
Sakramen Pengurapan Orang Sakit
Materi:
Minyak Pengurapan Orang Sakit (dari minyak zaitun ditambah balsem)
Forma/Ucapannya:
Peletakan tangan Romo di atas kepala orang sakit.
Maknanya:
- Menyatukan penderitaan dengan penderitaan Kristus
- Sebagai bekal rohani (viaticum)
- Menguatkan orang sakit
3)
SAKRAMENTALI
1)
Pengertian:
Tanda-tanda
suci (berupa ibadat/upacara/pemberkatan) yang mirip dengan sakramen-sakramen.
2)
Macam-macam Sakramentali:
- Pemberkatan: pemberkatan orang, benda/barang rohani, tempat, makanan.
Contoh:
pemberkatan ibu hamil/anak, alat pertanian, alat transportasi, rumah, patung,
rosario
Ini
merupakan pujian kepada Allah dan doa untuk memohon anugerahNya.
- Pemberkatan dalam arti tahbisan rendah: pentahbisan orang dan benda.
Contoh:
pentahbisan lektor, katekis, diakon, misdinar, pemberkatan gereja/kapel, altar,
minyak suci, lonceng.
4)
DEVOSI
1)
Pengertian:
Devosi
berasal dari kata bahasa Latin, Devotio yang berarti penghormatan. Devosi
adalah bentuk-bentuk penghormatan/kebaktian khusus orang atau umat beriman
kepada rahasia kehidupan Yesus tertentu, misalnya hati Yesus yang Mahakudus,
Sakramen Mahakudus. Atau devosi juga bisa ditujukan kepada orang-orang kudus
seperti devosi Santa Maria, devosi kepada santo-santa pelindung.
2)
Tujuan Devosi
Devosi tidak
bersifat paksaan melainkan sukarela. Devosi hendaknya bertujuan untuk
menguatkan iman kita kepada Allah dalam diri Yesus Kristus.
GEREJA YANG
MEWARTAKAN (KERYGMA)
Ada 3 bentuk
Sabda Allah dalam gereja yaitu:
- Sabda/pewartaan para rasul sebagai daya yang membangun gereja
- Sabda Allah dalam Kitab Suci sebagai kesaksian
- Sabda Allah dalam pewartaan aktual gereja sepanjang zaman
Tiga bentuk
sabda Allah di atas saling berhubungan satu sama lain. Sabda Allah
berawal dari pengalaman para rasul ketika hidup bersama Yesus. Sesudah kenaikan
Yesus, para rasul mulai mewartakan kepada umat. Dari pewartaan para rasul
itulah kemudian mulai ditulis. Sabda Allah inilah yang kemudian dilanjutkan
oleh Gereja dalam pewartaan aktual gereja. Tugas kita adalah mewartakan sabda
Allah sebagaimana yang dilakukan para rasul dulu. Ada dua pola pewartaan dalam
mewartakan Sabda Allah yaitu:
- Pewartaan verbal/kata-kata (kerygma)
- Pewartaan dalam tindakan (martyria)
Penjelasan:
- 1. Pewartaan Verbal/kata-kata (kerygma)
Pewartaan
verbal sebenarnya merupakan tanggung jawab para imam tetapi kita sebagai kaum
awam dituntut untuk turut serta dalam kegiatan pewartaan antara lain melalui:
- Kotbah atau homili: pewartaan yang berdasarkan perikope kitab suci. Kotbah diwartakan dari mimbar. Meskipun terkesan satu arah (melulu dari yang berkotbah) namun kotbah yang baik adalah komunikasi dua arah di mana pendengar juga diaktifkan. Orang yang membawakan kotbah disebut pengkotbah.
- Pelajaran agama: proses pendampingan para guru agama kepada para siswa untuk menemukan makna hidupnya dalam terang Kitab Suci.
- Katekese umat: kegiatan suatu kelompok umat di mana mereka aktif berkomunikasi untuk menafsirkan hidup nyata dalam terang injil yang diharapkan berkelanjutan dengan aksi nyata sehingga dapat membawa perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik. Orang yang membawakan katekese disebut Katekis
- Pendalaman kitab suci: membaca dan merenungkan kitab suci. Bisa dilakukan dalam keluarga, kelompok dan pada kesempatan khusus misalnya masa APP (prapaskah) atau masa adven (sebelum Natal) dan bulan Kitab Suci (BKSN)
- 2. Pewartaan dalam tindakan (Martyria)
Penjelasannya
lihat tema tentang Gereja Yang Menjadi Saksi Kristus (Martyria)
Dalam
mengaktualisasikan sabda Tuhan, ada dua tuntutan yang harus dipenuhi atau
diketahui oleh seorang pewarta sabda Allah yaitu:
- a. Mendalami dan menghayati Sabda Tuhan
Orang tidak
dapat mewartakan sabda Allah dengan baik kalau dia sendiri belum mengenal,
memahami dan melaksanakannya. Untuk itu, seorang pewarta harus membekali diri
dengan pengetahuan tentang kitab suci dengan mengikuti penataran atau seminar.
- b. Mengenal umat atau masyarakat konteksnya
Selain
pengenalan tentang kitab suci, seorang pewarta juga dituntut mengenal konteks
atau masyarakat yang ada sehingga pewartaan kita sungguh menyentuh masyarakat
yang ada.
MAGISTERIUM
DAN PARA PEWARTA SABDA
Magisterium
gereja adalah kuasa mengajar dalam gereja. Magisterium gereja bertugas untuk
menafsir dan mengajarkan kitab suci kepada umat dan menjaga kesatuan iman dan
ajaran Kristus. Umat hanyalah menjalankan apa yang diwartakan oleh magisterium
gereja. Salah satu sifat dasar magisterium gereja adalah “TIDAK DAPAT SESAT”.
Artinya ajaran mereka senatiasa bersumber pada kuasa Roh Kudus. Magisterium
gereja terdiri atas imam agung (Paus) di Roma, kepala dewan para uskup selaku
gembala umat.
GEREJA YANG
MELAYANI (DIAKONIA)
Gereja tidak
pernah ada untuk dirinya sendiri, tetapi sebaliknya menjadi tanda dan saran
bagi dunia dan masyarakat. Gereja dipanggil untuk melayani sebagaimana Yesus
sendiri datang untuk melayani. Pada malam perjamuan terakhir, Yesus menunjukkan
diriNya sebagai seorang pelayan atau hamba dengan membasuh kaki para rasul.
Sabda Yesus sendiri dalam Markus bab 10: 45, “Anak manusia datang bukan
untuk dilayani melainkan untuk melayani” mendapat perwujudan yang nyata.
Santo Paulus melukiskan pengalaman Yesus ini dengan mengatakan bahwa “Kristus
telah mengambil rupa seorang Hamba” (Filipi, 2: 7). Dengan demikian menjadi
murid Yesus berarti harus meneladani Yesus dengan cara MELAYANI.
- Dasar Pelayanan dalam Gereja
Dasar
pelayanan dalam gereja bertumpu pada semangat pelayanan Kristus sendiri.
“Barangsiapa menyatakan diri murid Kristus, ia wajib hidup sama seperti hidup
Kristus.” (I Yohanes bab 2: 6)
- Ciri-Ciri Pelayanan Gereja
v
Bersikap sebagai Pelayan
Dalam Markus
bab 9: 35 dikatakan bahwa, “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu,
hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.”
v Kesetiaan
kepada Kristus sebagai Tuhan dan Guru
Gereja
(kita) senantiasa menimbah kekuatan dari teladan Yesus sendiri sebagai nafas
hidup kita
v Option
for the Poor.
Perhatian
utama pelayanan gereja adalah orang-orang yang miskin namun tetap memposisikan
mereka sebagai subyek yang sederajat dan tetap menghormati harga dirinya dan
bukan mengobyekan mereka (memperlakukan seenaknya)
v Kerendahan
Hati
Seperti
Kristus, gereja pun hendaknya melihat diri sebagai hamba yang tak berguna
(Lukas 17: 10)
- Bentuk-Bentuk Pelayanan
Pelayanan
gereja dapat bersifat KEDALAM dan KELUAR.
v Kedalam
meliputi : pembangunan dan pengembangan
jemaat atau umat itu sendiri
Keluar meliputi : aspek-aspek kehidupan
manusia baik di bidang pendidikan, kebudayaan, kesejahteraan, politik maupun
hukum
GEREJA YANG
MENJADI SAKSI KRISTUS (MARTYRIA)
Kata SAKSI
memiliki dua arti:
- Orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa atau kejadian
- Orang yang dimintai hadir pada suatu peristiwa untuk mengetahuinya agar suatu ketika apabila diperlukan dapat memberi keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa tersebut sungguh-sungguh terjadi.
Dari kedua
arti di atas, kita dapat disimpulkan bahwa saksi selalu menunjuk pada
personal/pribadi seseorang yang mengetahui atau mengalami dan mampu memberikan
keterangan yang benar.
Dengan
demikian, menjadi “Saksi Kristus” berarti:
- Menyampaikan atau menunjukkan apa yang dialami dan diketahui tentang Kristus kepada orang lain
- Penyampaian, penghayatan atau pengalamannya itu dapat dilaksanakan melalui kata-kata, sikap atau tindakan nyata (teladan hidup)
Menjadi
saksi Kristus selalu mengandung resiko sebagaimana Sabda Yesus sendiri, “Kamu
akan dikucilkan bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh
kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah” (Yohanes 16: 2).
Meskipun demikian, banyak orang yang terinspirasi dari pengorbanan Yesus
sendiri dan mengorbankan nyawanya sebagai saksi Kristus atau Martir (martir
berarti orang yang berkorban atau rela mati demi menjadi saksi Kristus).
Martyria
terbagi atas dua yaitu:
- Martyria Merah/Darah: orang yang rela menumpahkan darahnya demi memberi kesaksian tentang imannya akan Tuhan.
Contoh:
Uskup Romero
yang tewas ditembak karena membela orang miskin di kota San Salvator.
Pater Maximilianus
Kolbe yang rela mati dibunuh di kamp konsentrasi Nazi Jerman demi menggantikan
seorang bapak yang hendak dieksekusi.
Santo
Tarsisius yang rela mati demi menyelamatkan hosti tubuh Kristus
- Martir Putih: orang yang rela berbuat apa saja termasuk menghadapi tantangan demi memberi kesaksian tentang Tuhan. Orang seperti ini tidak perlu mati seperti martyria merah/darah tetapi rela hidup seperti Kristus.
Contoh:
Mother
Teresa yang selama hidupnya melayani orang-orang miskin di Calcuta-India
Pater Damian
yang selama hidupnya melayani orang-orang kusta yang dibuang di pulai Molokai.